Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah masih belum mampu melepaskan diri dari tekanan. Mata uang Garuda kembali masuk zona merah pada perdagangan Rabu (11/3/2020) seiring dengan sentimen penyebaran virus corona atau Covid-19 yang belum mereda.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup di level Rp14.374 per dolar AS, terkoreksi 0,15 persen 23 poin. Penutupan kali ini menjadi kinerja terburuk kedua di antara mata uang Asia lainnya, di bawah dolar Taiwan yang melemah 0,25 persen.
Adapun, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama terpantau melemah 0,173 poin atau 0,18 persen ke level 96,241 pada pukul 15.53 WIB.
Sepanjang tahun berjalan, rupiah telah terkoreksi 3,5 persen, juga menjadi kinerja year to date terburuk kedua di antara mata uang Asia, tepat di bawah baht yang turun 5,5 persen.
Analis Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengatakan penurunan rupiah masih dipengaruhi sentimen penyebaran dan peningkatan jumlah korban virus corona di luar China. Apalagi, Indonesia telah mengumumkan korban jiwa pertama dari penyebaran virus itu.
Hal itu telah meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap perlambatan ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih dari perang dagang antara AS dan China sepanjang dua tahun terakhir.
“Bahkan, kekhawatiran tersebut tampak tidak berubah meskipun Bank Indonesia dan hampir seluruh bank sentral negara di dunia menggelontorkan stimulus dan relaksasi kebijakan guna menggairahkan pasar,” ujar Yudi saat dihubungi Bisnis, Rabu (11/3/2020).
Akibatnya, investor pun terlihat belum berani masuk ke aset-aset berisiko seperti mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Dia juga mengatakan bahwa turunnya harga minyak ke kisaran level US$30 per barel juga belum mampu mendorong nilai tukar rupiah untuk bergerak naik.
Padahal, seharusnya turunnya minyak menjadi katalis positif rupiah mengingat Indonesia merupakan net importir minyak sehingga ongkos impor menjadi lebih murah dan transaksi berjalan, fundamental utama rupiah, berpotensi tidak defisit besar.
Dia memprediksi di perdagangan sisa pekan ini rupiah masih berpotensi melemah dan bergerak di kisaran Rp14.500 hingga Rp14.200 per dolar AS
Sementara itu, Direktur TFRX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pasar menantikan perincian relaksasi kebijakan yang akan digelontorkan oleh Pemerintah AS untuk melawan dampak dari penyebaran virus corona.
Untuk diketahui, pasar saham AS dan global sempat berhasil berbalik menguat pada perdagangan Selasa (10/3/2020) setelah Presiden AS mengumumkan akan meracik kebijakan pelonggaran pajak penghasilan bagi industri AS yang terdampak langsung sentimen penyebaran virus corona.
Dia juga menjelaskan, selain The Fed, kini giliran Bank of England yang tak terduga menurunkan suku bunga acuan sebesar 0,5 bps dari 0,75 persen menjadi 0.25 persen. Padahal BoE dijadwalkan baru akan melakukan pertemuan bulanan pada 26 Maret 2020.
Penurunan suku bunga tersebut diharapkan dapat menjadi tambahan angin segar dan sentimen pelaku pasar terangkat untuk kembali masuk ke aset dengan imbal hasil tinggi, salah satunya rupiah.
“Dalam perdagangan Kamis [12/3/2020], rupiah diprediksi menguat di level Rp14.330 per dolar AS hingga Rp14.350 per dolar AS,” ujar Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya, Rabu (11/3/2020).