Bisnis.com, JAKARTA - Pergerakan nilai tukar yen tampak menjadi tidak menarik dibandingkan dengan rekan aset investasi aman lainnya seperti emas dan dolar. Yen terdepresiasi di saat dua aset tersebut berhasil memanfaatkan momentum menguat di tengah banyak ketidakpastian pasar.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (18/2/2020) hingga pukul 17.34 WIB, yen bergerak menguat 0,17 persen menjadi 109,69 yen per dolar AS. Namun, sepanjang tahun berjalan 2020, yen terdepresiasi 1,057 persen.
Jika dibandingkan dengan dua aset safe haven lainnya, secara year to date emas berhasil bergerak menguat sekitar 4 persen dan indeks dolar AS terapresiasi 2,56 persen.
Bahkan, dibanding rupiah yang merupakan aset berisiko dan seharusnya terdepresiasi ketika kondisi pasar bergejolak, mata uang Garuda berhasil menguat 1,337 persen year to date, mengalahkan kinerja yen.
Ekonom NLI Research Institute Tokyo Tsuyoshi Ueno mengatakan bahwa ketahanan dolar AS telah menutupi apresiasi yen di saat pasar cenderung menjauhi aset berisiko yang seharusnya menjadi keuntungan bagi kinerja yen.
“Selain itu, neraca berjalan Jepang yang dirilis jauh lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi pasar telah menahan tren upward yen sebagai aset surga karena ekonominya yang terancam resesi,” ujar Tsuyoshi seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (18/2/2020).
Dilansir dari Bloomberg, ekonomi Jepang dinyatakan mengalami penurunan terburuk dalam lebih dari lima tahun akibat terdampak kenaikan pajak penjualan dan lesunya permintaan.
Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Sakura itu menyusut dengan laju tahunan 6,3 persen pada kuartal IV/2019 atau tiga bulan yang berakhir hingga Desember 2019 dari kuartal sebelumnya, menurut estimasi pendahuluan Kantor Kabinet Jepang yang dirilis Senin (17/2/2020).
Mengutip riset PT Valbury Asia Futures, yen diproyeksi masih bergerak turun dalam beberapa perdagangan ke depan karena ekonomi Jepang yang turun terbesar dalam enam tahun terakhir.
“Yen menguji level support di kisaran 109,55 yen per dolar AS, sedangkan level resisten yen berada di 110,10,” tulis Valbury Asia Futures seperti dikutip dari publikasi risetnya, Selasa (18/2/2020).
Sementara itu, ahli strategi mata uang senior Daiwa Securities Co. di Tokyo Yukio Ishizuki mengatakan bahwa pergerakan yen dalam beberapa perdagangan terakhir membuat pedagang mempertanyakan kembali mata uang tersebut sebagai aset investasi aman.
Pasalnya, yen telah gagal keluar dari kisaran yang relatif sempit terhadap dolar AS dalam beberapa tahun terakhir, meskipun terdapat sentimen perang dagang, ketegangan di Timur Tengah, Korea Utara, Brexit, dan penyebaran virus corona.
“Seiring dengan kekuatan dolar, ini telah berkontribusi pada perdagangan yen dalam kisaran yang cukup tidak menarik sehingga membuat beberapa pedagang mempertanyakan statusnya sebagai aset surga,” ujar Yukio seperti dikutip dari Bloomberg.
Namun, Tsuyoshi menilai bahwa status yen sebagai mata uang surgawi tetap utuh secara struktural. Hal itu dikarenakan Jepang masih menjadi mempertahankan statusnya sebagai pemegang aset asing terbesar di dunia.
Penurunan yen kali ini lebih kepada ekonomi dalam negerinya yang tidak baik, tetapi tidak menjadikan nilai tukar itu harus mencopot gelarnya sebagai aset safe haven atau aset surga.