Bisnis.com, JAKARTA – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam mengintegrasikan investasi di sektor riil dan portofolio melalui pasar modal dinilai bakal cukup efektif dalam meningkatkan jumlah emiten baru di bursa tahun ini, terutama perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).
Direktur PT Sarana Investa Mandiri Hans Kwee melihat hal tersebut sebagai langkah yang bagus di awal tahun ini. Apalagi untuk membidik perusahaan PMA yang biasanya memiliki dana yang cukup kuat untuk melakukan penawaran saham perdana (IPO).
“Bursa sih sepertinya memang lagi cari ini [PMA], perusahaan-perusahaan untuk target baru. Jadi itu bagus juga untuk menambah perusahaan yang go-public,” katanya kepada Bisnis, Selasa (28/1/2020).
Meskipun demikian, dia menilai tahun ini perusahaan akan lebih sulit untuk mulai melantai sebab banyak aturan baru dan otoritas tampaknya akan cenderung lebih ketat. Salah satunya dengan wacana pemberlakuan e-IPO pada 2020 ini.
“Aturan ini orang jadi berhati-hati juga, tapi ya kita berharap angkanya lebih baik [dari tahun kemarin],” tambahnya.
Sebelumnya, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia sendiri mengaku cukup optimistis kerja sama yang dijalinnya bakal membuka gerbang lebih lebar bagi perusahaan-perusahaan untuk melakukan IPO. Dia bahkan menargetkan setidaknya 1 persen -2 persen perusahaan yang tercatat di BKPM dapat masuk bursa.
“Bagaimana kita mengupayakan mereka [PMA] listing juga di Indonesia. Kalau mereka bisnisnya di Indonesia, jangan cuma listing di tempat lain dong,” ujar Bahlil usai menandatangani MoU dengan BEI di Aula Utama BEI Jakarta, Selasa (28/1/2020) pagi.
Berdasarkan data perizinan terintegrasi secara elektronik (OSS), sampai dengan akhir Desember 2019 ada 25.919 perusahaan PMA yang terdaftar, sedangkan untuk perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ada 642.309 perusahaan.
Adapun beberapa sektor yang dinilai Bahlil potensial untuk IPO antara lain pertambangan, perkebunan, infrastruktur, serta pariwisata.