Bisnis.com, JAKARTA - Kebakaran hutan hebat di Australia telah mengancam produksi beberapa tambang batu bara pembangkit listrik milik perusahaan batu bara terbesar dunia, BHP Group, di New South Wales.
Mengutip Bloomberg, dalam keterangan resminya BHP Group menjelaskan bahwa volume produksi batu bara di tambang New South Wales dalam beberapa bulan terpengaruh akibat asap dan penurunan kualitas udara dari kebakaran hutan sehingga mengganggu produksi.
“Jika kualitas udara terus memburuk maka operasi dapat dibatasi lebih lanjut dalam enam bulan hingga Juni mendatang,” jelas BHP Group seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (21/1/2020).
Produksi di unit Energi Batubara New South Wales telah turun 11% sepanjang paruh kedua tahun lalu dibandingkan dengan 2018. Sebagian penurunan disebabkan oleh kebakaran hutan yang telah melanda sebagian besar wilayah Australia sejak September 2019.
Selain itu, penurunan produksi juga disebabkan oleh strategi perusahaan untuk mengekstraksi volume yang lebih kecil dari produk berkualitas lebih tinggi.
Adapun, area di sekitar tambang BHP telah mengalami sejumlah insiden selama musim kebakaran di Australia, dengan kebakaran yang terjadi saat ini telah bergeser sekitar 20 mil ke selatan di Spring Gully, menurut Dinas Pemadam Kebakaran Pedesaan New South Wales.
Baca Juga
Hingga saat ini, kobaran api masih menyala di puluhan titik di pantai timur Australia, meskipun Benua Kanguru tersebut mengalami badai dan hujan dalam beberapa hari terakhir.
Para pejabat pemerintah New South Wales telah mengeluarkan peringatan status bahaya kebakaran tinggi di pantai selatan Australia, sedangkan suhu diperkirakan meningkat di bagian pedalaman Victoria dan Australia Selatan.
Tidak hanya wilayah tambang BHP, tambang Maules Creek milik Whitehaven Coal Ltd., sekitar 300 mil sebelah utara Sydney, juga terkena dampak asap dari kebakaran hutan regional, kekeringan dan kekurangan tenaga kerja.
Produksi run-of-mine di situs dengan operasional terbesar untuk eksportir tersebut telah turun 44% secara yoy pada kuartal akhir tahun lalu.
Sebagai catatan, Australia merupakan produsen tembaga terbesar kelima di dunia, tepat di bawah India. Lebih dari 90% dari total produksi Australia dialihkan untuk ekspor, sedangkan 10% sisanya digunakan untuk penggunaan domestik.
Ancaman gangguan produksi tersebut akan memberikan tekanan pada pasokan global sehingga dapat menjadi katalis positif bagi batu bara.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (20/1/2020) harga batu bara berjangka untuk pengiriman April 2020 di bursa Newcastle bergerak melemah 0,28% menjadi US$71,3 per ton. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga telah bergerak menguat 1,25%.