Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi IHSG, Sentimen Global Ini Bakal Pengaruhi Pergerakan

Sentimen global dinilai masih akan mempengaruhi pergerakan IHSG pada pekan depan.
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat pembukaan perdagangan saham tahun 2020 di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2020). Pada awal perdagangan pertama tahun 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka naik 0,22 persen atau 13,59 poin di level 6.313,13./ANTARA FOTO-Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat pembukaan perdagangan saham tahun 2020 di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2020). Pada awal perdagangan pertama tahun 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka naik 0,22 persen atau 13,59 poin di level 6.313,13./ANTARA FOTO-Hafidz Mubarak A
Bisnis.com, JAKARTA — Sentimen global dinilai masih akan mempengaruhi pergerakan IHSG pada pekan depan. 
 
Faktor-faktor tersebut diantaranya perkembangan kesepakatan dagang Amerika Serikat dan China. Kelanjutan Brexit, ekonomi China hingga kondisi Timur Tengah pascaserangan AS. 
 
Hans Kwee, Direktur PT Anugerah Mega Investama, mengatakan pekan ini dan pekan depan, pasar terpengaruh optimisme penandatanganan fase 1 antara China dan AS.
 
Dia menjelaskan Presiden Donald Trump telah mengungkapkan kesepakatan perdagangan Fase 1 antar AS dan China yang akan ditandatangani pada 15 Januari di Gedung Putih.
 
Menurutnya, tanda-tanda kemajuan dalam kesepakatan itu mendorong produksi pabrik China dan aktivitas manufaktur di China tumbuh untuk dua bulan berturut-turut.
 
"Indeks Dow juga terlihat mengalami break all time high. Biarpun kami melihat penandatangan hanya sebuah euforia sesaat karena itu kami merekomendasikan pelaku pasar SOS," ujar Hans kepada Bisnis, Jumat (3/1/2020). 
 
Kemudian, dia menambahkan masalah Brexit masih akan menjadi perhatian pelaku pasar. 
 
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen telah menyatakan Uni Eropa mungkin perlu memperpanjang batas waktu untuk pembicaraan tentang hubungan perdagangan baru dengan Inggris. Sebelumnya, pemilihan umum Inggris dianggap memperlancar jalan keluar Inggris dari Uni Eropa.
 
"Yang dinantikan pelaku pasar tentu kemampuan Inggris untuk mencapai kesepakatan perdagangan baru dengan Uni Eropa dalam rentang waktu yang relatif singkat tetap menjadi perhatian bagi beberapa investor," jelasnya. 
 
Di sisi lain, keputusan bank sentral China untuk melakukan pelongaran kebijakan moneternya diprediksi akan menjadi sentimen positif di pasar keuangan.
 
Hans mengatakan Bank Sentral China dikabarkan memangkas jumlah uang tunai yang harus disimpan dalam cadangan perbankan dan melepaskan dana sekitar 800 miliar yuan (US$115 miliar) guna menopang perlambatan ekonomi negara itu.
 
Selain itu, bank sentral China (PBoC) mengatakan akan menggunakan suku bunga pinjaman sebagai patokan baru untuk menentukan suku bunga mengambang. 
 
"Hal ini diyakini akan menurunkan biaya pinjaman yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan," katanya.
 
Kemudian, sentimen global lainnya yaitu panasnya tensi di Timur Tengah yang akan menjadi perhatian pasar pekan depan. 
 
"Naiknya harga minyak di akhir pekan ini akibat serangan udara AS ke milisi Irak yang di dukung oleh pemerintah Iran," ujarnya. 
 
Adapun serangan udara AS dikabarkan menewaskan Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, Kepala Pasukan elit Quds, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis. Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei berjanji akan membalas serangan tersebut yang menimbulkan kekawatiran terjadi konflik di wilayah tersebut. 
 
"Meningkatnya kekhawatiran bahwa ketegangan Timur Tengah dapat mengganggu pasokan minyak dan telah membuat harga minyak naik," katanya. 
 
Berbagai sentimen global tersebut dinilai akan pengaruhi pasar pekan depan. Selain sentimen domestik terkait data inflasi juga akan jadi perhatian investor. 
 
Hans mengungkapkan untuk proyeksi IHSG, pihaknya memperkirakan berpeluang konsolidasi menguat dengan support di level 6.263 sampai 6.219 dan resistance di level 6.337 sampai 6.348.
 
"Pelaku pasar kami rekomendasikan melakukan SOS atau jual ketika menguat mengantisipasi koreksi akibat kenaikan yang sudah cukup tinggi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Agne Yasa
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper