Bisnis.com, JAKARTA - Para analis menilai Bursa Efek Indonesia harus lebih selektif untuk menerima perusahaan yang ingin go public ke depannya.
Belakangan ini, muncul isu bahwa saham-saham baru di BEI rentan "tergoreng" lantaran emisinya berukuran kecil.
Seperti diketahui, pada 2019 ini nilai emisi IPO di BEI sebagian besar di bawah Rp500 miliar. Sejak awal tahun, hanya ada 5 emiten dari 52 emiten yang menghimpun dana IPO di atas Rp500 miliar sejak awal tahun.
Kepala Riset Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma pun mengingatkan agar ke depannya otoritas bursa tidak terpaku untuk menambah kuantitas saja.
Pasalnya, belakangan ini banyak berita yang kurang sedap mengenai saham IPO yang berukuran kecil. Bahkan, sudah ada 4 emiten anyar yang harga sahamnya merosot hingga Rp50 alias menjadi kelompok saham gocap.
“Ada kemungkinan tahun depan [BEI] harus lebih selektif. Jangan hanya kejar kuantitas,” kata Suria kepada Bisnis, Senin (16/12/2019).
Baca Juga
Sementara untuk IPO berukuran jumbo, Suria menjelaskan bahwa penyerapan pasarnya memang menantang. Misalnya saja IPO dari maskapai penerbangan Lion Air yang disebut-sebut tertunda sampai tahun depan.
“Lion susah lah. Targetnya terlalu besar, kalau benar seperti yang diberitakan beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Kendati target dana yang akan dihimpun oleh Lion Air belum resmi disampaikan, Suria pesimistis akan penyerapannya di pasar karena industri penerbangan yang saat ini masih berat.
Sementara itu, Direktur dan Kepala Riset Indonesia PT Citigroup Sekuritas Indonesia Ferry Wong menilai kuartal I/2020 akan menjadi waktu yang baik untuk IPO. Pasalnya, mendekati semester II akan diadakan Pemilihan Presiden di AS yang membuat investor wait and see.
“Saya rasa, first half akan menjadi waktu yang baik untuk IPO karena mendekati semester II/2019 ada Pilpres AS. Setelah itu khawatirnya ada tensi dagang lagi kalau [Donald Trump] terpilih kembali,” katanya.
Ferry menambahkan bahwa minat investor untuk saham-saham IPO akan selalu ada apabila didukung oleh pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan EPS (earning per share) yang kuat.
“Untuk perusahaan yang baru IPO, semuanya tergantung dengan pertumbuhan yang bisa mereka dorong. Kalau perusahaan ada pertumbuhan, orang akan pilih untuk beli,” ujarnya.