Bisnis.com, JAKARTA – Proyeksi Organisasi Negara Pengekspor Minyak Bumi atau OPEC terhadap permintaan minyak mentah dunia pada tahun depan memicu harapan pasar bahwa kelompok produsen tersebut tetap melanjutkan pemangkasan produksinya pada tahun depan untuk mendorong harga.
Dalam laporan bulanan OPEC teranyar, kelompok produsen minyak mentah tersebut memperkirakan permintaan minyak mentah pada 2020 jatuh dengan rata-rata sebesar 29,58 juta barel per hari (bph) atau 1,12 juta bph lebih rendah dari 2019.
Oleh karena itu, surplus minyak pada 2020 diperkirakan hanya sekitar 70.000 barel per hari, lebih kecil daripada prediksi dalam laporan sebelumnya.
Adapun, penurunan permintaan dapat mendorong OPEC dan sekutunya untuk melanjutkan pemangkasan produksinya pada pertemuan kebijakan terakhir tahun ini di Wina, 5-6 Desember.
Kendati demikian, Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo mengatakan dalam laporan tersebut bahwa pihaknya lebih optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi global 2020 yang diperkirakan cenderung lebih stabil seiring dengan AS dan China menuju damai dagang.
“Pada catatan positif, tanda membaiknya hubungan perdagangan antara AS dan Cina, potensi kesepakatan tentang Brexit setelah pemilihan umum Inggris, stimulus fiskal di Jepang, dan stabilisasi di negara-negara berkembang utama dapat menstabilkan pertumbuhan,” ujarnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (15/11/2019).
Baca Juga
Prospek yang lebih cerah akan mengurangi kemungkinan OPEC memperdalam pengurangan pasokan mereka.
Pada Oktober lalu, Barkindo juga sempat mengatakan bahwa semua opsi, termasuk pemotongan yang lebih dalam, terbuka meskipun dalam komentar baru-baru ini ia mengecilkan kemungkinan OPEC memangkas output lebih lanjut.
Seperti yang diketahui, OPEC dan sekutunya sejak awal tahun ini telah memangkas produksi sebesar 1,2 juta bph dan pada Juli aliansi tersebut memperbarui pakta yang akan berlaku hingga Maret 2020.
JADI BUMERANG
Kepala Investasi Probis Group Jonathan Barratt mengatakan bahwa jika OPEC dan sekutunya mengambil langkah untuk melanjutkan pemangkasan produksi dapat menjadi bumerang bagi OPEC itu sendiri.
“Tidak ada alasan untuk memperpanjang pemotongan, kita semua tahu ekonomi global melemah. Jika OPEC mendorong harga lebih tinggi itu hanya akan melukai semua orang dan bahkan jika tidak, itu hanya akan bermain ke tangan produsen AS,” ujar Jonathan.
Analis PT Monex Investindo Futures Andian mengatakan bahwa harga minyak dunia berhasil bergerak naik setelah muncul harapan adanya keberlanjutkan pemangkasan produksi.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (15/11/2019) hingga pukul 13.16 WIB, harga minyak jenis WTI di bursa Nymex bergerak naik 0,41% menjadi US$57 per barel, sedangkan harga minyak jenis Brent di bursa ICE bergerak menguat 0,35% menjadi US$62,5 per barel.
“Pasar menanggapi positif di tengah ketidakpastian kesepakatan dagang AS - Tiongkok sepanjang pekan ini yang menjadi salah satu penyebab pelemahan harga minyak,” ujar Andian seperti dikutip dari publikasi risetnya, Jumat (15/11/2019).
Dia mengatakan bahwa harga minyak berpeluang naik untuk menguji level resisten US$57,85 per barel hingga US$58,3 per barel. Sementara itu, jika harga minyak berbalik melemah dan turun ke level US$56,6 per barel akan mendorong harga minyak menguji level support di US$56,2 per barel.
Di sisi lain, produksi AS terus meningkat walaupun terdapat peningkatan yang lebih besar daripada yang diperkirakan dalam stok AS dan peningkatan produksi minggu lalu. Hal tersebut pun umumnya akan mendorong investor untuk memasang posisi jual dalam minyak.
Berdasarkan laporan mingguan EIA, produksi minyak mentah AS naik 200.000 bph menjadi 12,8 juta barel per hari, rekor produksi mingguan terbaru.
Adapun, persediaan minyak mentah AS tumbuh pekan lalu sebesar 2,2 juta barel, melebihi perkiraan kenaikan sebesar 1,649 juta barel oleh analis dalam jajak pendapat Reuters.