Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Jauhi Aset Berisiko, Rupiah Ditutup Melemah

Sepanjang tahun berjalan 2019 rupiah masih bergerak menguat 2,14%.
Karyawan menata uang rupiah di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Rabu (10/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan menata uang rupiah di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Rabu (10/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah ditutup terdepresiasi pada perdagangan Kamis (14/11/2019) seiring dengan pasar yang tengah menjauh dari aset berisiko, termasuk mata uang Garuda.

Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Kamis (14/11/2019) rupiah ditutup di level Rp14.088 per dolar AS, melemah 0,064% dan menjadi mata uang dengan kinerja terlemah ketiga di antara mata uang Asia.

Adapun, sepanjang tahun berjalan 2019 rupiah masih bergerak menguat 2,14%.

Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan bahwa pelemahan rupiah didorong oleh faktor eksternal seiring dengan sentimen domestik yang cenderung sepi. Dia mengatakan bahwa pelemahan dipicu oleh ketidakpastian negosiasi dagang antara AS dan China yang kembali bergejolak.

Padahal, dalam beberapa perdagangan terakhir optimisme pasar terhadap damai dagang AS dan China telah meningkat sehingga membantu aset berisiko seperti rupiah.

“Terbaru China dikabarkan menolak untuk membeli produk pertanian AS, padahal itulah yang diminta oleh Presiden AS Donald Trump sehingga kemungkinan kesapakatan dagang fase pertama yang dijadwalkan terjadi pada bulan ini akan diundur,” ujar Faisyal saat dihubungi Bisnis, Kamis (14/11/2019).

Pernyataan tersebut pun datang setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dirinya akan menaikkan tarif impor untuk produk China secara substansial jika kesepakatan dagang gagal dicapai.

Selain itu, data ekonomi China terbaru yang dirilis jauh di bawah ekspektasi pasar semakin memperburuk sentimen aset berisiko karena salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia menunjukkan perlambatan sehingga meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap perlambatan ekonomi global.

Faisyal mengatakan bahwa pada perdagangan Jumat (15/11/2019) rupiah diproyeksi kembali terdepresiasi seiring dengan rilis neraca perdagangan yang diprediksi defisit cukup dalam. Selain itu, pasar juga menanti data PPI AS dan pidato terbaru dari Gubernur The Fed Jerome Powell.

Seperti yang diketahui, sebelumnya Powell telah mengatakan bahwa suku bunga acuan AS yang berada di zona negatif dinilai tidak tepat dengan kondisi ekonomi AS saat ini.

Oleh karena itu, jika pidato Powell kembali menegaskan nada hawkish dari pernyataannya tersebut rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan di kisaran Rp14.030 per dolar AS hingga Rp14.140 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper