Bisnis.com, JAKARTA – Harga saham emiten properti PT Maha Properti Indonesia Tbk. (MPRO) meroket lebih dari 200 persen dalam sebulan. Apa faktor pemicunya?
Berdasarkan data Bloomberg, saham emiten berkode MPRO itu bertengger di level Rp2.280 pada akhir perdagangan 31 Oktober 2019. Di level harga itu, MPRO telah melonjak 225,71% dari harga penutupan perdagangan 30 September 2019 di level Rp700 per saham.
Saham MPRO tercatat mulai bergerak naik pada 23 Oktober hingga akhir bulan lalu. Akibat lonjakan harga yang signifikan dalam waktu singkat, BEI mengenakan suspensi terhadap saham emiten properti itu sejak 1 November 2019.
Setelah gembok saham dibuka per 4 November 2019, saham MPRO terjun bebas. MPRO parkir di level harga Rp1.245 pada akhir sesi I perdagangan Rabu (6/11/2019) atau anjlok 45,39% dari level harga tertinggi yang terbentuk pada 31 Oktober 2019.
Direktur Maha Properti Indonesia Suwandy mengaku tidak memahami alasan investor memburu MPRO hingga membuat laju saham tidak terkendali. Hal itu yang kemudian membuat Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara atau mensuspensi MPRO dari perdagangan pada 1 November 2019.
Baca Juga
“Kami sejauh ini tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat memengaruhi keputusan investasi. Selain itu belum ada fakta penting yang dapat memengaruhi harga saham,” katanya dalam paparan publik pada Rabu (6/11/2019).
Suwandy menambahkan dalam pergerakan saham MPRO yang melambung itu tidak ada perubahan pada pemilik saham mayoritas. Artinya, tidak ada penjualan atau pembelian secara massif dari para pemodal utama.
Sebagai informasi, setidaknya ada delapan pemegang saham mayoritas MPRO. Perusahaan properti ini juga terafiliasi dengan grup konglomerasi Mayapada. Pasalnya, jajaran pemegang saham MPRO mencakup Jonathan Tahir 33,99% Dewi Victoria Riady 8,49% dan Wing Harvest Limited 13,86%.
Menurutnya, yang mendorong pasar memburu saham MPRO pada akhir Oktober kemarin tidak lepas dari keputusan pemerintah menurunkan suku bunga acuan menjadi 5%. Dengan begitu pasar modal menaruh harapan kinerja perseroan dapat tumbuh dengan baik.
Pasalnya, MPRO dapat membukukan pendapatan Rp89,56 miliar atau naik 198,83% dari realisasi tahun lalu Rp29,97 miliar.
Selain itu relaksasi loan-to-value menjadi 0% dan pengurangan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ditengarai menjadi pendorong meroketnya harga saham MPRO. Suwandy mengatakan selain ketiga sentimen tersebut belum ada lagi yang dapat memacu harga saham perseroan.
“Kalau melihat kembali ke hari ini, harga saham kami sudah kembali normal atau mencerminkan harga yang sewajarnya di Rp1.300 per saham,” ucapnya.