Bisnis.com, JAKARTA - Saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk. merosot setelah Kementerian ESDM memberi lampu merah terhadap rencana PGN untuk menaikkan harga gas industri per 1 November 2019.
Berdasarkan data Bloomberg, saham emiten berkode saham PGAS itu terkoreksi 170 poin atau 6,97% ke level Rp2.270 per saham pada awal perdagangan Kamis (31/10/2019) hingga pukul 10.11 WIB. Namun, sepanjang tahun berjalan 2019, PGAS masih menguat 6,6%.
Pada pagi ini, PGAS bergerak di level harga Rp2.180 hingga Rp2.270 per saham.
Sebanyak 310,51 juta saham PGAS diperdagangkan dengan nilai transaksi kotor sebesar Rp691,06 miliar.
Sekuritas yang paling banyak memfasilitasi penjualan saham PGAS, yakni JP Morgan Sekuritas, Morgan Stanley Sekuritas, dan Credit Suisse Sekuritas dengan nilai penjualan masing-masing Rp57,2 miliar, Rp59,21 miliar, dan Rp43,67 miliar.
Berdasarkan catatan Bisnis, awalnya, PGAS akan melakukan penyesuaian harga pada 1 Oktober 2019. Namun, karena alasan teknis, PGN membatalkan rencana itu.
Baca Juga
Selanjutnya, pada 23 Oktober 2019, PGN kembali mengeluarkan surat edaran tentang rencana penaikan harga gas industri yang rencananya berlaku pada 1 November 2019.
Namun, rencana itu mendapat tentangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto menjelaskan alasan mengapa PGN sebaiknya tidak menaikkan harga gas industri. Menurutnya, biaya produksi industri dalam negeri akan bertambah besar sehingga bakal berujung pada melemahnya daya saing.
"Sebab kalau harga gas naik kan biayanya jadi naik. Nanti tidak bisa bersaing kalau [produknya] diekspor dengan produk yang sama dari negara lain," katanya, di kantor Kementerian ESDM, Rabu (30/10/2019).
Oleh karena itu, lanjut Djoko, pihaknya tidak menyetujui rencana PGN untuk menyesuaikan harga gas konsumen industri per 1 November 2019.