Bisnis.com, JAKARTA -- Sembari menanti susunan menteri kabinet Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, rupiah berhasil bergerak ke zona hijau pada perdagangan Senin (21/10/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (21/10) hingga pukul 09.52 WIB, rupiah berada di level Rp14.128 per dolar AS, menguat 0,14 persen atau 20 poin.
Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan sentimen rupiah pada perdagangan kali ini diselimuti oleh penantian pasar terkait pengumuman susunan menteri kabinet Presiden Jokowi untuk periode kedua.
“Perkiraan kisaran rupiah untuk perdagangan Senin (21/10), berada di level Rp14.100 per dolar AS hingga Rp14.170 per dolar AS,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (21/10).
Dalam pidato kepresidenan pertamanya di periode kedua, Jokowi optimistis PDB Indonesia dapat mencapai US$7 triliun pada 2045 dan masuk lima besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati nol persen. Hal tersebut telah mendorong optimisme pasar bahwa ekonomi Indonesia dapat bergerak jauh lebih baik sehingga rupiah bergerak menguat.
Kendati demikian, Ariston menilai sesungguhnya kondisi ekonomi Indonesia saat ini, masih membutuhkan stimulus berdasarkan data-data ekonomi terbaru. Tercatat terdapat penurunan aktivitas ekspor dan impor, penurunan penjualan ritel, indikasi kontraksi di sektor manufaktur, dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan di level 5 persen.
Baca Juga
“Oleh karena itu, ada potensi Bank Indonesia (BI) melakukan pemangkasan suku bunga lagi. Apalagi inflasi indonesia masih stabil di area 3 persen,” tuturnya.
Sebagai informasi, BI direncanakan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23-24 Oktober 2019.
Di sisi lain, rupiah kemungkinan mendapatkan sentimen positif dari meredanya beberapa kekhawatiran pasar dari Brexit dan negosiasi dagang AS-China.
Kendati parlemen kembali menolak draf kesepakatan Brexit, Parlemen Inggris berhasil memaksa Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson untuk meminta perpanjangan tenggat waktu Brexit agar dapat tercapat kesepakatan dengan Uni Eropa (UE).
Sementara itu, dari negosiasi dagang, AS dan China telah sepakat akan melakukan pembicaraan lanjutan terkait kesepakatan parsial yang sudah dicapai pada dua pekan lalu.
Namun, sentimen perlambatan ekonomi global berpotensi menjadi sentimen negatif untuk rupiah. Seperti yang diketahui, IMF kembali memangkas proyeksi pertumbuhan 2019 dan 2020 akibat perang dagang yang berlarut-larut.