Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tetap unjuk gigi bahkan menyentuh level penutupan tertinggi barunya saat bursa saham global cenderung memerah.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup di level 6.181,01 dengan kenaikan 0,19 persen atau 11,42 poin dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Rabu (16/10), IHSG berakhir di level 6.169,59 dengan naik 11,43 poin, reli penguatan hari keempat berturut-turut. Indeks mulai berjuang memperpanjang relinya untuk hari kelima saat dibuka naik tipis 0,01 persen atau 0,31 poin di level 6.169,9 pada Kamis pagi.
Meski tenaganya tampak beberapa kali mengendur, IHSG berhasil menguat bahkan menyentuh level penutupan tertinggi barunya sejak 27 September. Sepanjang perdagangan Kamis (17/10), IHSG bergerak fluktuatif di level 6.161,39 – 6.197,93.
Lima dari sembilan sektor berakhir di zona hijau, dipimpin aneka industri (+3,40 persen) dan industri dasar (+1,22 persen). Empat sektor lainnya ditutup di zona merah, dipimpin barang konsumen yang melemah 0,68 persen.
Dari 658 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, sebanyak 210 saham menguat, 170 saham melemah, dan 278 saham stagnan.
Baca Juga
Saham PT Astra International Tbk. (ASII) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang masing-masing naik 3,92 persen dan 1,50 persen menjadi penopang utama penguatan IHSG di akhir perdagangan.
Sebaliknya, indeks saham lainnya di Asia mayoritas berakhir di wilayah negatif. Indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang masing-masing terkoreksi 0,45 persen dan 0,09 persen.
Adapun indeks Kospi Korea Selatan dan Shanghai Composite China masing-masing berakhir turun 0,23 persen dan 0,05 persen.
Bursa Asia kompak turun bersama bursa Eropa dan indeks futures Amerika Serikat (AS) di tengah bertahannya kegelisahan pasar.
Data penjualan ritel Amerika Serikat (AS) pada September dilaporkan berkontraksi sehingga mendorong pasar berspekulasi untuk penurunan suku bunga lebih lanjut oleh Federal Reserve AS pada akhir Oktober mendatang.
Kontraksi penjualan ritel AS, untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan, sekaligus menjadi tanda bahwa pelemahan sektor manufaktur dapat menyebar ke ekonomi yang lebih luas.
Mengingat konsumsi AS telah menjadi salah satu dari sedikit harapan yang tersisa di ekonomi global, data tersebut meningkatkan mengkhawatirkan bahwa perang dagang AS-China mendorong dunia ke dalam resesi.
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan pada Rabu (16/10) bahwa AS dan negosiator perdagangan China sedang berupaya untuk menyelesaikan teks kesepakatan perdagangan Fase 1 untuk ditandatangani pemimpin kedua negara bulan depan.
Namun Mnuchin juga mengatakan tidak ada rencana untuk pertemuan tingkat tinggi lain mengenai kesepakatan perdagangan yang diuraikan pekan lalu.
"AS hanya menunda kenaikan tarif, bukan menghapuskannya, sehingga sulit untuk mengharapkan peningkatan ekonomi," kata Yoshinori Shigemi, analis pasar global di JPMorgan Asset Management, dikutip dari Reuters.
Marc Pfeffer, kepala strategi investasi di CLS Investments LLC, berpendapat gencatan perdagangan antara pemerintah AS dan China hanya berlangsung sementara.
“Hingga ada semacam dokumen yang ditandatangani ataupun resolusi, saya pikir asar akan tetap gelisah, gugup, dan akan ada pesimisme. Hal itu akan memberi batas pada setiap kenaikan di pasar,” tambah Pfeffer, seperti dilansir dari Bloomberg.
Meningkatnya spekulasi pemotongan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed dalam pertemuan 29-30 Oktober pascarilis data ritel AS berdampak negatif pada dolar AS.
Pergerakan indeks dolar AS, yang melacak kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama, terpantau lanjut turun 0,07 persen atau 0,071 poin ke level 97.931 pada pukul 15.51 WIB, setelah berakhir melemah 0,29 persen di posisi 98,002 pada Rabu (16/10).
Nilai tukar rupiah pun berhasil rebound dan ditutup terapresiasi 17 poin atau 0,12 persen di level Rp14.155 per dolar AS pada Kamis (17/10), mematahkan rangkaian pelemahan yang dialami tiga hari perdagangan berturut-turut sebelumnya.
Menurut tim riset Indo Premier Sekuritas, menguatnya sebagian besar harga komoditas menjadi katalis positif di pasar.
Sementara itu, Direktur PT Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya melihat pergerakan IHSG saat ini masih menunjukkan peluang kenaikan jangka panjang.
“Momentum koreksi wajar masih dapat dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan akumulasi pembelian mengingat kondisi trend jangka panjang IHSG masih berada dalam pola uptrend,” tulisnya dalam riset harian.
Saham-saham pendorong IHSG: | |
---|---|
Kode | Kenaikan (persen) |
ASII | +3,92 |
BBRI | +1,50 |
BMRI | +1,13 |
CPIN | +3,11 |
Saham-saham penekan IHSG: | |
---|---|
Kode | Penurunan (persen) |
BBCA | -1,61 |
UNVR | -1,86 |
HMSP | -1,30 |
GGRM | -1,01 |
Sumber: Bloomberg