Bisnis.com, JAKARTA — Saham-saham second liner atau lapis kedua banyak menjadi pilihan investasi di tengah meningkatnya volatilitas di pasar saham.
Pasalnya, saham-saham yang berfundamental bagus dari kelompok lapis kedua ini dinilai menarik dibandingkan berinvestasi di saham-saham berkapitalisasi besar atau big caps.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, indeks saham-saham berkapitalisasi menengah dan kecil (small-medium caps) yang tercermin dari IDX SMC Composite bertengger di zona hijau dengan penguatan 3,17% sejak awal tahun atau year-to-date per 3 Oktober 2019.
Begitu pula indeks IDX SMC Liquid juga menguat 2,74% secara ytd. Sementara itu, IHSG terpantau melemah 2,52% ytd diikuti saham indeks LQ45 dan indeks IDX30 yang masing-masing turun 2,52% dan 4,81%.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menjelaskan bahwa pelaku pasar saat ini memang tengah mencari peluang di saham-saham lapis kedua yang diharapkan memberikan peluang yang menjanjikan.
“Mereka [investor] melihat peluang di saham-saham lapis kedua itu memiliki potensi. Selain itu kerentanan saham-saham tersebut terhadap [gejolak] pasar juga tidak terlalu signifikan,” kata Reza kepada Bisnis, Kamis (3/10/2019).
Baca Juga
Dirinya menambahkan, dari sisi bobot juga saham small-medium caps tak terlalu menggerakkan IHSG. Dengan demikian, ketika indeks mengalami tekanan, pengaruhnya tak terlalu besar terasa pada saham lapis kedua.
Adapun, saat ini, tekanan di pasar lebih disebabkan oleh penurunan signifikan harga saham big caps yang bobotnya besar terjadap indeks, seperti saham BMRI, BBCA, UNVR, GGRM, dan HMSP.
Reza menilai, memang kelompok small-medium caps bukan menjadi saham-saham yang defensif di tengah pelemahan pasar. Pasalnya, saham-saham ini rentan ditinggal ketika posisi pasar saham kembali membaik seiring dengan investor kembali mengoleksi saham-saham berkapitalisasi besar.
Lebih lanjut, Reza memilih saham AMRT yang dinilai masih berfundamental baik hingga akhir tahun ini.
Pada kuartal IV/2019, Reza masih memilih saham-saham perbankan dari big caps untuk diakumulasikan kendati kondisi likuiditas perbankan mulai mengetat dan penyaluran kredit agak tertekan.
Namun, perbankan dinilai masih stabil karena hampir sebagian besar seluruh lini bisnis berkaitan dengan sektor keuangan terutama perbankan. Selain itu, perbankan juga masih mendapat topangan dari dana pihak ketika di tengah likuiditas yang ketat ini.
Direktur Riset Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menambahkan, saham-saham lapis kedua memiliki volatilitas yang. rendah. Dengan demikian, otomatis paparan yang diterima saham small-medium caps juga kecil atau sedikit.
“Memang saat ini kita sudah mulai saatnya melihat-lihat saham second liner yang mungkin bisa kasih tingkat pertumbuhan yang bagus,” ujarnya.
Adapun ancaman terjadinya perang dagang antara AS dengan Eropa sementara perang dagang dengan China belum selesai semakin membuat investor asing mengambil sikap wait and see.
Pelemahan IHSG pun disebut Nico seiring dengan pelemahan bursa di global, yang mana kekhawatiran semakin. memanas setelah Eropa dikabarkan siap untuk membalas ancaman AS.
Perhatian pelaku pasar pun bakal mengarah kepada negosiasi lanjutan antara AS dan China pada 10—11 Oktober 2019 dengan harapan dapat ditemukan kesepakatan kecil di sana.
Nico memperkirakan sektor rumah sakit pun layak dikoleksi seiring dengan program kerja dari Presiden Joko Widodo yang ingin fokus pada pengembangan SDM, seperti SILO dan MIKA.