Bisnis.com, JAKARTA -- Banjir di salah satu tambang batu bara terbesar Coal India Ltd diperkirakan akan menghentikan produksi setidaknya selama satu bulan.
Seperti dilansir dari Reuters, Kamis (3/10/2019), kondisi ini akan menjadi kemunduran bagi India, yang sedang berusaha mengurangi ketergantungannya terhadap impor komoditas tersebut.
Banjir terjadi di tambang Dipka yang menghasilkan lebih dari 30 juta ton batu bara termal per tahun dan menyumbang sekitar 5 persen dari keseluruhan produksi Coal India. Peristiwa ini bisa menyebabkan beberapa pembangkit listrik di India bagian timur dan tengah sibuk mencari bahan bakar.
Sejauh ini, tambang tersebut memasok batu bara ke beberapa utilitas pembangkit listrik termasuk pabrik Sipat NTPC Ltd di negara bagian Chhattisgarh dan utilitas yang dikelola pemerintah di negara bagian Maharashtra sebelah barat.
Adapun Coal India menolak mengomentari tingkat kerusakan atau lamanya pemadaman produksi.
Seorang pejabat NTPC mengungkapkan pabrik perusahaan di Sipat--yang tidak memiliki stok batu bara hingga 30 September 2019--menurut data pemerintah, sedang mencoba mengatur sumber batu bara alternatif. Tetapi, pejabat itu menolak untuk memberikan perincian lebih lanjut.
Baca Juga
Pemadaman juga datang pada waktu yang tidak tepat karena Coal India yang dikelola pemerintah akan memulai roadshow pada Kamis (3/10), untuk merayu investor menjelang penjualan saham yang direncanakan di perusahaan itu.
"Ini adalah kerugian besar bagi kami dan merupakan kemunduran besar bagi tujuan produksi kami," ujar seorang pejabat Coal India yang tidak disebutkan identitasnya.
Dia menerangkan beberapa peralatan penambangan yang mahal mungkin rusak dan telah tenggelam akibat banjir yang dimulai pada awal pekan ini, setelah tanggul sungai terdekat pecah karena hujan deras.
Produksi dari Coal India, penambang terbesar di dunia berdasarkan produksi, telah jatuh pada tahun ini karena hujan lebat menghambat produksi di banyak tambang mereka di timur India. Intensitas hujan di India pada musim hujan kali ini tercatat berada 10 persen di atas rata-rata pada 2019, tertinggi dalam 25 tahun terakhir dan hujan musiman berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan.
Coal India menyampaikan produksi pada periode April-September turun 6 persen. Secara khusus, produksi September saja merosot 23,5 persen ke level terendah dalam beberapa bulan terakhir.
Perusahaan tersebut menargetkan produksi 660 juta ton batu bara selama setahun hingga Maret 2020, tumbuh 8,7 persen dari 606,9 juta ton dari tahun sebelumnya.
Batu bara menyumbang sekitar 75 persen dari pembangkit listrik India dan negara itu ingin menahan kenaikan impor. Namun, sejauh ini, Pemerintah India gagal membuka industri tersebut untuk bersaing meskipun telah mengeluarkan kebijakan liberalisasi 19 bulan lalu.
India mendapat sekitar sepertiga dari batu bara termal impornya, yang terutama digunakan untuk pembangkit listrik, dari Indonesia, Afrika Selatan, dan AS.