Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah berpotensi menguat pada pekan depan, seiring respon positif pasar terhadap pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Ibrahim Assuaibi, Direktur PT.Garuda Berjangka mencatat, dalam perdagangan Jumat (20/19/2019), rupiah ditutup menguat, walaupun sempat melemah di level Rp14.095 per dolar AS, tetapi kembali stagnan di level Rp14.050 per dolar AS. Selanjutnya berakhir di level 14.058 per dolar AS, pukul 15:20 WIB, dari penutupan kemarin, Kamis (19/9/2019) di level Rp14.055 per dolar AS.
“Pasar kembali merespon positif sentimen turunnya suku bunga acuan yang diumumkan [oleh BI] pada Kamis (19/9/2019), sebesar 25 bps menjadi 5,25%. Sendirinya, berarti BI memangkas suku bunga dalam 3 bulan berturut-turut,” katanya dalam keterangan tertulis.
Ibrahim menilai, jika melihat respon pelaku pasar yang positif dalam dua kali pemangkasan suku bunga sebelumnya, bisa jadi jika BI kembali memangkas suku bunga sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar. Dalam hal ini, rupiah akan berbalik menguat melawan dolar AS.
“Dalam transaksi Senin (23/9/2019), rupiah masih ada harapan utk menguat di level sempit Rp14.030 - Rp14.095 per dolar AS,” ujarnya.
Dia menambahkan, inflasi yang bisa terus terjaga memberikan ruang bagi BI untuk kembali melonggarkan kebijakan moneter. Selain itu, memasuki kuartal III/2019, neraca perdagangan RI mencatat defisit tidak terlalu besar pada Juli, kemudian berbalik surplus pada Agustus meski tidak terlalu besar.
Baca Juga
“Bisa dikatakan neraca perdagangan RI lebih stabil di kuartal III/2019, sehingga defisit neraca pembayaran [current account deficit/CAD] bisa membaik,” katanya.
Untuk faktor eksternal, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 1,75% - 2%.
Ibrahim mencatat, informasi yang diterima sejak rapat bulan lalu mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja AS tetap kuat dan aktivitas ekonomi tumbuh secara moderat. Meski konsumsi rumah tangga tetap tumbuh, tetapi investasi tetap melambat dan ekspor melemah.
“Bank sentral memiliki dua pertemuan kebijakan lagi untuk tahun ini, pada Oktober dan Desember, tetapi tidak ada kepastian akan memangkas suku bunga lebih lanjut,” katanya.
Menurutnya, Investing.com dari Fed Rate Monitor Tool menempatkan peluang penurunan suku bunga pada Oktober kurang dari 50%, tetapi memperkirakan pemotongan suku bunga lagi pada Desember.
“Namun kebijakan tersebut tidak diikuti oleh bank sentral di beberapa negara lain. Bank of Japan (BoJ) mempertahankan suku bunga acuan di -0,1%. Kemudian Bank Sentral Swiss (SNB) dan Bank Sentral Inggris (BoE) juga mempertahankan suku bunga acuan masing-masing -0,75% dan 0,75%.”
Selain itu, sambungnya, pasar global juga mengawasi negosiasi perdagangan AS-China di Washington, ketika para pejabat dari kedua belah pihak memulai kembali pembicaraan tatap muka untuk pertama kalinya dalam hampir dua bulan pada hari Kamis (20/9/2019), yang bertujuan meletakkan dasar untuk diskusi tingkat tinggi bulan depan.
“Tetapi, sebagian besar pedagang berhati-hati. Beberapa tanda-tanda kemajuan telah muncul dan dengan jurang pemisah yang lebar antara kedua belah pihak, masalah ini membebani suasana risiko baru-baru ini.”
Persoalan lainnya, kekhawatiran Brexit yang tidak setuju agak mereda hari ini setelah Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan, dia yakin kesepakatan dapat dilewati sebelum batas waktu.
"Saya pikir kita bisa memiliki kesepakatan. Saya melakukan segalanya untuk membuat kesepakatan karena saya tidak menyukai gagasan tidak-kesepakatan, karena saya pikir hal ini akan memiliki konsekuensi bencana selama setidaknya satu tahun," tulis Ibrahim mengutip pernyataan Juncker dalam sebuah wawancara dengan Sky News.