Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Terdepresiasi, Kembali ke Level Rp14.000 per Dolar AS

Rupiah diproyeksi bergerak di kisaran Rp13.990 per dolar AS hingga Rp14.070 per dolar AS.
Pegawai Bank Riau-Kepri menyiapkan uang kertas baru saat membuka layanan penukaran uang oleh Bank Indonesia (BI), BRI dan Bank Riau-Kepri di Kota Pekanbaru, Riau, Senin (13/5/2019)./ANTARA-FB Anggoro
Pegawai Bank Riau-Kepri menyiapkan uang kertas baru saat membuka layanan penukaran uang oleh Bank Indonesia (BI), BRI dan Bank Riau-Kepri di Kota Pekanbaru, Riau, Senin (13/5/2019)./ANTARA-FB Anggoro

Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah ditutup terdepresiasi pada perdagangan Senin (16/9/2019) seiring dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup di level Rp14.042 per dolar AS, melemah 0,53% atau 76 poin.

Seperti yang diketahui, pada Sabtu (14/9/2019), pabrik minyak milik perusahaan raksasa minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, terbakar setelah diserang drone.

Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo menyalahkan Iran atas ledakan tersebut dan mengatakan bahwa tidak terdapat bukti serangan datang berasal dari Yaman. Namun, tuduhan tersebut pun ditolak oleh Iran.

“Teheran berada di balik hampir 100 serangan terhadap Arab Saudi sementara Rouhani dan Zarif berpura-pura terlibat dalam diplomasi. Di tengah semua seruan untuk de-eskalasi, Iran kini telah meluncurkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pasokan minyak dunia,” ujar Michael seperti dikutip dari cuitannya melalui Twitter, Senin (16/9/2019).

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa serangan drone yang terjadi pada Sabtu (14/9) telah membuat pasokan minyak mentah dunia dalam tekanan sehingga menyebabkan harga mengalami kenaikan.

Menurut Saudi Aramco, serangan itu menggerus produksi minyak perusahaan sebesar 5,7 juta barel per hari.

Kenaikan harga minyak membawa sentimen negatif bagi rupiah karena Indonesia adalah negara net importir minyak sehingga harus mengimpor karena produksi dalam negeri belum memadai.

Sebagai informasi, sepanjang Januari-Juli 2019, ekspor migas Indonesia tercatat sebesar US$1,6 miliar sedangkan jumlah impor sebesar US$1,75 miliar sehingga defisit US$150 juta.

“Jadi kalau harga minyak naik, maka biaya impor migas bakal semakin mahal. Artinya akan semakin banyak devisa yang terbakar untuk impor migas, membuat tekanan di neraca perdagangan dan transaksi berjalan meningkat. Oleh karena itu, fondasi penyokong rupiah menjadi rapuh,” ujar Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya, Senin (16/9/2019).

Di sisi lain, rupiah mendapat katalis positif seiring dengan neraca perdagangan Indonesia (NPI) pada Agustus 2019 berhasil surplus sebesar US$85,1 juta membaik dari posisi Juli 2019 yang mengalami defisit sebesar US$63,5 juta

Ibrahim memprediksi rupiah kemungkinan akan kembali menguat pada perdagangan Selasa (17/9/2019) didukung oleh prospek pemangkasan suku bunga The Fed dan meredanya perang dagang antara AS dan China. Rupiah diproyeksi bergerak di kisaran Rp13.990 per dolar AS hingga Rp14.070 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper