Bisnis.com, JAKARTA - Rupiah melanjutkan penguatan sehingga berhasil ditutup di zona hijau dalam 3 perdagangan berturut-turut seiring dengan optimisme pasar terhadap sengketa perdagangan antara AS dan China akan segera menghasilkan kesepakatan.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (2/9/2019) rupiah ditutup menguat tipis 0,03% atau 4 poin menjadi Rp14.194 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang mayor bergerak menguat 0,16% menjadi 99,078.
Analis PT Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengatakan bahwa komentar AS dan China yang siap untuk kembali berunding dengan sikap yang lebih tenang menjadi faktor penting yang mendorong pergerakan rupiah.
“Sentimen itu juga telah membantu untuk membuka minat pasar terhadap aset berisiko, karena ada sedikit harapan meredanya sengketa dagang AS dan China,” ujar Yudi kepada Bisnis, Senin (2/9/2019).
Selain itu, harga minyak yang cenderung terkoreksi juga menjadi katalis positif bagi rupiah. Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak yang harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga turunnya harga minyak akan membantu kinerja neraca dagang Indonesia.
Kemudian, data inflasi Agustus yang tercatat di level 3,49% secara yoy dan cenderung terkendali menjadi fundamental yang kuat bagi rupiah.
Baca Juga
Kendati demikian, terbatasnya pergerakan rupiah dipicu oleh pasar AS yang tengah libur seiring dengan Hari Buruh sehingga membuat volume perdagangan cenderung menipis.
Peluang Menguat
Yudi memprediksi rupiah masih akan bergerak menguat pada perdagangan Selasa (3/9/2019), menguji level support Rp14.150 per dolar AS dan dengan level resisten di Rp14.250 per dolar AS.
Di sisi lain, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo memastikan bahwa ketidakpastian global akan terus menghantui pasar hingga akhir tahun. Dia mengatakan bahwa setidaknya terdapat tiga risiko yang akan membayangi pasar, yaitu perang dagang, perang teknologi (Huawei dan lain-lain), dan perang mata uang.
Akibat risiko-risiko tersebut, IMF juga diprediksi akan kembali mengoreksi prospek pertumbuhan ekonomi dunia pada pertengahan September mendatang.
“Akan ada kepastian terhadap sebuah ketidakpastian hingga akhir tahun, ini makanya yang menjadikan kami mengeluarkan kebijakan yang lebih akomodatif bersama dengan hampir semua bank sentral di Asia Pasifik,” ujar Doddy saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, Senin (2/9/2019).
Dia juga mengatakan, Bank Indonesia akan terus berupaya untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dengan melakukan intervensi baik di pasar spot maupun di pasar DNDF sehingga volatilitas rupiah tidak bergerak tajam.