Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di bursa berjangka menguat pada perdagangan Rabu (28/8/2019) dipicu nilai tukar ringgit yang lebih rendah sehingga membuat komoditas menjadi lebih murah untuk pembeli di luar negeri.
Kepala Perdagangan dan Strategi Lindung Nilai Kaleesuwari Intercontinental Gnanasekar Thiagarajan mengatakan bahwa kenaikan harga lebih didominasi karena reaksi pasar terhadap pelemahan ringgit dan mengalahi sentimen potensi kenaikan pajak impor oleh India.
“Meski naik, sesungguhnya investor masih khawatir tentang kenaikan tarif impor sawit India, sebagai importir CPO terbesar di dunia, untuk Malaysia sehingga ini membatasi kenaikan dari CPO,” ujar dia seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (28/8/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (28/8/2019) hingga pukul 16.35 WIB, harga CPO untuk kontrak November 2019 di bursa Malaysia bergerak menguat 0,76% menjadi 2.256 ringgit per ton.
Sementara itu, mata uang ringgit bergerak melemah 0,206% menjadi 4,2135 ringgit per dolar AS.
Adapun, Kementerian Perdagangan India merekomendasikan untuk meningkatkan tarif impor minyak kelapa sawit Malaysia sebesar 5% selama 180 hari, untuk menilai seberapa besar dampak dari kebijakan tersebut terhadap industri penyulingan minyak sayur dalam negeri, sebelum diberlakukan untuk waktu yang lama.
Berdasarkan data surveyor kargo SGS Malysia Sdn, ekspor CPO Malaysia ke India melonjak 42,6% sepanjang 1 Agustus hingga 25 Agustus, dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Peningkatan tarif impor tersebut dinilai dapat memberikan tekanan pada permintaan kelapa sawit Malaysia yang saat ini memasuki siklus produksi tinggi sehingga kedua sentimen tersebut dapat membuat harga terkontraksi. Namun, rekomendasi tersebut masih akan dikaji lebih dalam oleh Kementerian Keuangan India.
Sebagai informasi, Pemerintah India saat ini tengah melakukan investigasi terhadap lonjakan impor produk tersebut dari Malaysia, setelah mendapatkan desakan dari SEA.
Sejak Januari 2019, bea masuk produk turunan CPO dari Malaysia diturunkan oleh India setelah kedua negara menjalin pakta kerja sama ekonomi yakni MICECA.
Perjanjian bilateral itu membuat bea masuk CPO dari Malaysia ditetapkan sebesar 40% dan produk untuk turunannya sebesar 45%.
Sementara itu, produk CPO asal Indonesia dikenai bea masuk 40%, sedangkan produk turunannya 50%. Hal itu terjadi lantaran Indonesia tidak memiliki pakta kerja sama ekonomi bilateral dengan India.