Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) melemah pada Senin (19/8/2019), melanjutkan pelemahan yang terjadi pada pekan lalu.
Data Bloomberg memperlihatkan, hingga pukul 14:28 WIB, harga CPO untuk pengiriman November 2019 di Bursa Derivatif Malaysia melemah 1,19% atau 26,00 poin menjadi 2.166,00 ringgit per ton, dari pelemahan pada level 2.184,00 ringgit di sesi pembukaan.
Pada pekan lalu, harga CPO pun ditutup di zona merah, melemah 0,36% atau 8,00 poin ke posisi 2.192,00 ringgit per ton, dari level 2.225,00 ringgit per ton.
Pelemahan CPO pada hari ini tak lepas dari menguatnya mata uang ringgit terhadap dolar AS. Sebagai mata uang untuk bertransaksi CPO, penguatan ringgit membuat harga CPO lebih mahal bagi pemegang mata uang asing lainnya.
Berdasarkan data Bloomberg, ringgit sudah menguat sejak pekan lalu. Pada hari ini, Senin (19/8/2019), ringgit dibuka menguat 0,04% atau 0,0017 menjadi 4,1765 per dolar AS. Pada Jumat (16/8/2019), ringgit ditutup di level 4,1782 per dolar AS atau menguat 0,39%.
Keperkasaan ringgit terjadi di tengah spekulasi bahwa FTSE Russel kemungkinan dapat menahan surat-surat utang Malaysia dalam indeksnya, setelah bank sentral meluncurkan serangkaian inisiatif pada pekan lalu.
Baca Juga
Dalam perkembangan lain, India, produsen CPO terbesar dunia memulai pemeriksaan pengiriman minyak sawit olahan dari produsen kedua di dunia tersebut. Keputusan tersebut tampaknya menjadi sentimen negatif bagi komoditas unggulan Indonesia dan Malaysia ini.
Kementerian Perdagangan India dalam pemberitahuannya pada pekan lalu menyatakan, upaya tersebut menentukan apakah impor minyak sawit olahan yang lebih tinggi dari Malaysia merugikan penyuling minyak nabati domestik.