Bisnis.com, JAKARTA – Manajemen lama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. menolak untuk mengakui adanya perubahan pengurus (changes of control) dalam perseroan yang disetujui dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada 26 Juni 2019.
Direktur Utama Kawasan Industri Jababeka Budianto Liman menuturkan manajemen akan berupaya untuk tidak mendeklarasikan perubahan direktur utama dan komisaris perseroan.
Seperti diketahui, dalam RUPST pada 26 Juni 2019, pemegang saham emiten bersandi saham KIJA itu menyepakati penunjukan Sugiharto sebagai Direktur Utama dan Aries Liman sebagai Komisaris Jababeka.
“[Kalau kami mengakui change of control] itu sama dengan bunuh diri, siapa yang mau hal tersebut?” katanya kepada Bisnis.com, Senin (12/8/2019).
Pendiri Kawasan Industri Jababeka Setyono Djuandi Darmono mengatakan selama perseroan belum mengakui adanya change of control, klausul tersebut tidak akan aktif.
Selama ini, lanjutnya, perseroan hanya mengabarkan adanya potensi change of control, tetapi belum ada sama sekali pengakuan secara tertulis.
Menurutnya, informasi tentang potensi perubahan kendali yang diberikan perseroan adalah bentuk kepatuhan sebagai perusahaan publik agar investor bisa mengambil keputusan.
Baca Juga
“Sejauh ini baru potensi belum ada pernyataan resmi tentang itu dan yang menentukan adanya perubahan adalah kami [manajemen lama],” ucapnya.
Budianto menambahkan perseroan tidak bisa berbuat apa-apa seandainya bond holders menunjuk konsultan hukum sendiri untuk menginvestigasi polemik yang sedang terjadi.
Budianto menyebut bila konsultan independen tersebut mengatakan terjadi changes of control maka KIJA harus melakukan pembelian kembali surat utang atau buy back notes senilai 101% dari nilai pokok.
Seperti diketahui, total notes yang diterbitkan perseroan mencapai US$300 juta. Sebagai informasi, kas dan setara kas yang dimiliki perseroan sampai dengan Juni 2019 adalah Rp847,87 miliar.
Darmono menyebutkan KIJA terancam bangkrut bila harus membayar utang jangka panjang dalam kurun waktu sebulan. Menurutnya memang ada beberapa pihak yang menginginkan perseroan berada dalam kondisi default dengan begitu KIJA berpotensi bangkrut.
“Kalau KIJA bangkrut maka yang akan masuk untuk mengatur adalah para kreditur, bukan manajemen saat ini,” ungkap Darmono.