Bisnis.com, JAKARTA – PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. (KIJA) melakukan klarifikasi atas kemungkinan default akibat ketidakmampuan perseroan melaksanakan penawaran pembelian kepada para pemegang notes.
Adapun notes yang dimaksud ialah surat utang global yang diterbitkan oleh anak perusahaan KIJA, Jababeka International B.V. dengan nilai pokok US$300 juta.
Corporate Secretary Kawasan Industri Jababeka Muljadi Soeganda menjelaskan secara detil kronologi kemungkinan default perseroan.
Muljadi menjelaskan pada 26 Juni 2019, KIJA telah mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dengan salah satu mata acara yaitu perubahan susunan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris.
Agenda tersebut diadakan sehubungan dengan usulan dari PT Imakotama lnvestido dan Islamic Development Bank selaku pemegang saham Perseroan sebesar 6,38% dan 10,84% dari total saham. Adapun kedua pihak mengusulkan Sugiharto sebagai Direktur Utama dan Aries Liman sebagai komisaris.
Akan tetapi usulan nama tersebut diserahkan pada saat RUPST, padahal seharusnya usulan nama berikut jabatannya telah melalui tahapan evaluasi sebelumnya dari Komite Nominasi dan Remunerasi (KNR) yang dijalankan oleh Dewan Komisaris.
Baca Juga
“Penyampaian surat usulan jabatan Direktur Utama yang baru diserahkan saat Rapat merupakan hal yang kurang lazim karena tugas dan wewenang fungsi KNR tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya terlebih Iagi harus langsung dilakukan pemungutan suara (voting) pemegang saham, di mana telah disetujui dalam RUPST dengan jumlah suara setuju sebesar 52,117%,” katanya, Senin (8/7/2019).
Dengan begitu, berdasarkan syarat dan kondisi Senior Guaranteed Notes dengan jatuh tempo pada 2023 yang telah diterbitkan Jababeka International B.V. Maka KIJA berkewajiban untuk memberikan penawaran pembelian kepada para pemegang notes dengan harga pembelian sebesar 101% dari nilai pokok notes sebesar US$300 juta ditambah kewajiban bunga.
“Dalam hal ini perseroan tidak mampu melaksanakan penawaran pembelian tersebut, maka akan berada dalam keadaan lalai atau default. Kondisi lalai atau default tersebut mengakibatkan Perseroan atau anak-anak perusahaan perseroan lainnya menjadi dalam keadaan lalai atau default pula terhadap masing-masing kreditur mereka lainnya,” sebutnya.
Menurutnya telah terjadi acting in concert atau ketika para pihak melakukan tindakan investasi yang identik untuk mencapai tujuan yang sama.
“Maka dapat terjadi perubahan [atau] pengendalian dikarenakan sebagian besar suara yang diberikan saat voting sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan sebagian besar berdasarkan kuasa yang diberikan oleh pihak-pihak yang berada di bawah kendali PT Imakotama dan afiliasinya sehingga dapat dilihat sebagai telah terjadi acting in concert,” pungkasnya.