BIsnis.com, JAKARTA — Dalam rangka membantu menambah jumlah perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), Ernst & Young (EY) Indonesia kembali menyelenggarakan IPO Masterclass.
Kegiatan yang diselenggarakan untuk ketiga kalinya ini bertema Funding Growth Through IPO.
Partner Transaction Advisory Services EY Indonesia Iwan Margono menyampaikan bahwa go public bukanlah hal yang mudah. Perusahaan yang ingin mencatatkan sahamnya di pasar modal lewat penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/IPO) harus mempersiapkan diri lebih awal dan menyeluruh agar dapat menangkap peluang ketika menjadi perusahaan terbuka.
“Setiap tahapan harus dilalui dengan baik dan disiapkan dengan matang agar mendapatkan hasil yang maksimal. Di sinilah edukasi kepada calon emiten menjadi fundamental,” ujarnya di Main Hall BEI, Selasa (23/7/2019).
Kegiatan yang diadakan pada 22—23 Juli 2019 tersebut diikuti oleh 15 perusahaan yang datang dari sektor pertambangan hingga perusahaan rintisan berbasis teknologi. Selain calon dan bakal calon emiten, hadir pula profesi pendukung, antara lain investment bank, firma hukum, dan praktisi lain yang familiar dengan proses IPO.
Pihak-pihak terkait tersebut pun ikut memberikan sesi dan berbagi pandangan yang praktikal tapi strategis terkait persiapan, pelaksanaan, dan aktivitas setelah IPO.
Masterclass tersebut merupakan bentuk kontribusi EY dalam mendukung pasar modal Indonesia dari sisi penambahan jumlah emiten. Berdasarkan hasil riset “Global IPO Trends Report: Q2 2019”, pada 2018, BEI telah menduduki peringkat ke-10 dari total jumlah penawaran umum perdana saham secara global.
Baca Juga
Tahun lalu, ada 55 emiten baru yang melantai di BEI. Jumlah ini setara dengan 4 persen dari keseluruhan IPO global, yang sebanyak 1.384 emiten.
Sementara itu, sepanjang tahun berjalan, telah terdapat 32 emiten baru yang melantai di BEI. Secara keseluruhan, ada 649 emiten yang terdaftar di BEI hingga saat ini.
Adapun pada tahun ini, dalam laporan yang sama, EY Asia-Pacific IPO Leader Ringo Choi menjelaskan bahwa kondisi IPO di wilayah Asia Pasifik masih dibayangi kekhawatiran perang dagang AS-China.
Dia menilai tensi perang dagang yang terus menjadi sentimen investasi para pelaku pasar di kawasan Asia Pasifik serta prospek penurunan ekonomi global telah membuat perusahaan mempercepat rencana IPO.
“Melihat para calon emiten yang berlomba untuk melantai di bursa di tengah kondisi ekonomi serta rata-rata kinerja setelah IPO tetap positif, kami berharap tingkat aktivitas IPO Asia Pasifik akan meningkat pada paruh kedua 2019,” tulis Choi.