Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini 2 Hal Yang Membuat Harga Minyak Tertahan

Pelemahan harga minyak akhir-akhir ini terjadi karena pasokan minyak dari luar OPEC+, utamanya dari minyak serpih Amerika Serikat diperkirakan bakal terus tumbuh.

Bisnis.com, JAKARTA – Prospek melimpahnya persediaan minyak global dan melempemnya permintaan global membuat harga minyak bergerak terbatas belakangan ini.

Pada perdagangan Selasa (9/7/2019), harga minyak mentah West Texas Intermediate melemah 0,35% atau 0,20 poin ke posisi US$57,46 per barel, sedangkan harga minyak Brent melemah 0,27% atau 0,17 poin ke posisi US$63,94 per barel, pukul 13:52 WIB.

Upaya Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya – aliansi OPEC+- untuk memperpanjang pemangkasan produksi guna menopang harga minyak, rupanya masih gagal menggairahkan pasar. Ketegangan di Timur Tengah juga belum mampu mengerek harga bahan bakar tersebut.

Pelemahan harga minyak akhir-akhir ini terjadi karena pasokan minyak dari luar OPEC+, utamanya dari minyak serpih Amerika Serikat diperkirakan bakal terus tumbuh. Hal ini secara tidak sengaja didukung oleh pasokan terbatas dari OPEC+, sehingga produsen lain berusaha mengisi kekosangan tersebut.

Berdasarkan data EIA, produksi minyak mentah AS diperkirakan mencapai 13,26 juta barel pada 2020, naik 940 juta barel per hari dari 12,32 juta barel per hari pada 2019.

Namun perhatian pasar terpenting saat ini tertuju pada perekonomian global yang tidak menentu, khususnya terkait dengan sengketa dagang antara Amerika Serikat dan China yang belum rampung. Perseteruan dua raksasa ekonomi dunia itu diproyeksikan dapat menurunkan permintaan minyak dunia. Sebagai informasi, dua negara tersebut merupakan konsumen bahan bakar terbesar di dunia.

Sejumlah organisasi telah menurunkan perkiraan mereka terhadap harga minyak. Dalam Outlook Energi Jangka Pendek Juni, Energy Information Administration, misalnya, mereka memperkirakan permintaan minyak dunia tumbuh 1,2 juta barel per hari pada tahun ini. Perkiraan tersebut 200.000 barel per hari lebih rendah dari proyeksi bulan sebelumnya.

Bulan lalu, Badan Energi Internasional (IEA) juga memangkas prospek pertumbuhan permintaan minyak global sebesar 100.000 barel menjadi 1,2 juta barel per hari tahun ini. Mengutip data dari Biro Analisis Kebijakan Ekonomi Belanda dan berbagai indeks manajer pembelian, IEA menyatakan, pertumbuhan perdagangan berada pada laju paling lambat sejak krisis keuangan sepuluh tahun lalu.

“Pesan yang jelas dari pandangan pertama kami pada 2020 adalah bahwa ada banyak pertumbuhan pasokan non-OPEC yang tersedia untuk memenuhi setiap tingkat permintaan, dengan asumsi tidak ada goncangan geopolitik besar,” kata IEA.

Perkiraan ini menunjukkan bahwa pasar akan dipasok dengan baik, yang berarti bahwa masih ada persediaan yang menggantung tahun depan.

OPEC dalam proyeksi terbarunya, memperkirakan pertumbuhan minyak global hanya 1,14 juta barel per hari tahun ini, turun 70.000 bph dari estimasi sebelumnya. Sementara permintaan diperkirakan akan meningkat secara musiman di paruh kedua tahun ini. OPEC memperkirakan perlambatan paruh pertama dalam ekonomoi global akan menjadi tantangan bagi industri minyak.

Mengingat proyeksi permintaan suram tersebut, tidak ada yang benar-benar terkejut dengan OPEC dan sekutunya memperluas pemotongan hingga 2020."Hal ini menunjukkan bahwa para peserta [pertemuan OPEC] lebih peduli tentang mengapa OPEC perlu memperpanjang pemotongan hingga 2020, dibandingkan memikirkan pertumbuhan permintaan yang diharapkan, bersama dengan pasokan non-OPEC yang kuat," kata Warren Patterson, Kepala Strategi Komoditas di ING.

Sementara itu, permintaan minyak dapat meningkat jika Amerika Serikat dan China menyelesaikan sengketa perdagangan mereka. Menurut pakar pasar minyak Amrita Sen harga minyak bisa dengan mudah berada di level US$75, jika dua negara tersebut berdamai mengakhiri perang dagang. Saat ini, kesepakatan perdagangan tidak terlihat, tetapi dua ekonomi terbesar di dunia setidaknya telah memutuskan untuk melanjutkan pembicaraan perdagangan.

"Presiden Trump ingin dipilih kembali dan oleh karena itu akan siap untuk menandatangani kesepakatan perdagangan, mungkin pada kuartal IV tahun ini, yang belum tentu memenuhi semua tuntutan awalnya," kata Mark Cliffe, Kepala Ekonom dan Kepala Riset Global dari the Grup ING.

Dalam hal kesepakatan perdagangan, ekonomi dan sentimen pasar dapat pulih dan mendukung harga minyak dengan pandangan yang lebih cerah tentang pertumbuhan permintaan minyak global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper