Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja laba bersih PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. akan terdongkrak pada semester I/2019 sejalan dengan masuknya dana segar dari proses divestasi tol Surabaya—Mojokerto.
Wijaya Karya menyepakati peralihan saham atau divestasi kepemilikan 20,34% di ruas tol Surabaya—Mojokerto kepada Astra Infra melalui, PT Astra Tol Nusantara. Dari situ, kontraktor pelat merah tersebut mengantongi dana segar Rp715 miliar.
Direktur Keuangan Wijaya Karya Ade Wahyu menuturkan perseroan belum memiliki rencana divestasi lain setelah tol Surabaya—Mojokerto. Menurutnya, proses divestasi akan dilakukan emiten berkode saham WIKA itu setelah konstruksi dari proyek infrastruktur yang dibangun telah rampung dikerjakan.
Dengan rampungnya divestasi tol Surabaya—Mojokerto, Ade meyakini strategi itu akan mendongkrak kinerja keuangan perseroan semester I/2019.
“[Divestasi] akan mendongkrak laba bersih perusahaan,” ujarnya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.
Sebelumnya, Direktur Human Capital dan Pengembangan Wijaya Karya Novel Arsyad menjelaskan bahwa aksi korporasi ini merupakan langkah strategis yang menguntungkan bagi kedua pihak. Menurutnya, Astra Infra ingin meningkatkan kontribusi di ruas tol Trans—Jawa.
Baca Juga
Novel menyebut WIKA kini tengah bertransformasi dari perusahaan konstruksi menjadi perusahaan investasi. Oleh karena itu, pihaknya ingin fokus mengoptimalkan portofolio usaha yang nantinya akan memberikan keuntungan bagi perseroan dari sisi recurring income.
“Kesepakatan ini menjadi bagian dari proses restrukturisasi portofolio investasi kami,” jelasnya.
Di sektor jalan tol, WIKA merupakan pemegang saham mayoritas di PT Wijaya Karya Serang Panimbang. Perseroan juga mengempit kepemilikan di Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang mengelola tol Balikpapan—Samarinda, Manado—Bitung, Cengkareng—Kunciran, Soreang—Pasir Koja, jalan tol Bali.
Pada kuartal I/2019, WIKA membukukan pendapatan Rp6,50 triliun. Realisasi itu tumbuh 4% dari Rp6,25 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Dari situ, perseroan mengantongi laba bersih Rp285,89 miliar per akhir Maret 2019. Pencapaian itu naik 66,98% dari Rp171,21 miliar pada kuartal I/2018.
Sampai dengan April 2019, WIKA telah merealisasikan kontrak baru Rp10,95 triliun. Jumlah itu setara dengan 17,73% dari target Rp61,74 triliun yang diincar pada tahun ini.
Secara detail, perolehan kontrak baru pada Januari 2019—April 2019 berasal dari segmen energi dan industrial plant senilai Rp5,00 triliun.
Selanjutnya, segmen infrastruktur dan gedung berkontribusi senilai Rp3,76 triliun.
Posisi selanjutnya ditempati segmen industri Rp1,67 triliun dan segmen properti Rp523,62 miliar.
Kontribusi perolehan kontrak baru 2019 diproyeksikan berasal dari sektor swasta sebesar 29,73%, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar 29,62%, investasi yang dilakukan perseroan sebesar 24,17%, dan pemerintah sebesar 16,48%.
Perseroan menganggarkan belanja modal atau capital expenditure Rp18,19 triliun pada 2019. Dana itu akan difokuskan untuk proyek investasi di bidang energi dan industrial plant, gedung dan properti, serta infrastruktur.
Dari situ, WIKA membidik penjualan Rp42,13 triliun dan laba bersih Rp3,01 triliun pada 2019.
Dalam riset yang dipublikasikan melalui Bloomberg, Tim Analis PT Deutsche Verdhana Sekuritas Indonesia menuliskan bahwa lewat divestasi tersebut WIKA mendapatkan bonus arus kas ditambah dengan capital gain.
Sebagai penjual, perseroan juga mendapat arus kas masuk Rp715 miliar termasuk laba penjualan Rp300 miliar yang dicatat dalam keuangan kuartal II/2019.