Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan rintisan, PT Mahata Aero Teknologi belakangan menjadi bahan perbincangan atas transaksinya dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang menjadi polemik di internal manajemen perusahaan penerbangan pelat merah tersebut.
Saat meneken kontrak kerja sama dengan Garuda Indonesia pada 31 Oktober 2018, Mahata Aero Teknologi bahkan belum genap berumur satu tahun dari didirikan sejak 3 November 2017. Namun perusahaan tersebut telah berhasil mendapatkan kontrak kerja sama senilai US$239,94 juta.
Transaksi tersebut juga membuat emiten berkode saham GIAA tersebut berhasil membalikan posisi kerugian perseroan menjadi laba dalam tahun buku 2018. Hal tersebut mengundang pertanyaan dari pihak Bursa Efek Indonesia saat melakukan dengar pendapat dengan manajemen GIAA pada Selasa (30/2/2019).
Dalam keterangan resmi perseroan yang dipublikasikan pada laman Bursa Efek Indonesia, Manajemen Garuda Indonesia berani menggandeng Mahata untuk transaksi tersebut dengan alasan bahwa perusahaan rintisan tersebut telah memiliki kontrak kerja sama dengan beberapa perusahaan internasional yakni Lufthansa System, Lufthansa Tecnic, dan Inmarsat.
Selain itu, kinerja keuangan yang baik membuat Garuda Indonesia yakin untuk melakukan kerja sama dengan dengan Mahata. Manajemen Garuda Indonesia mengklaim bahwa perusahaan rintisan tersebut memiliki induk usaha Global Mahata Group yang memiliki sebanyak 10.000 karyawan.
Di samping itu, induk usaha Mahata memiliki cakupan bisnis yang cukup luas yakni pertambangan timah, inflight connectivity, dan tenaga keamanan dengan nilai bisnis Global Mahata Group secara total senilai US$640,5 juta.
Baca Juga
Sekadar informasi, Mahata Aero Teknologi bermarkas di Prosperity Tower lantai 9, unit F, Disctrict 8, SCBD lot 28, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. Menurut penelusuran Bisnis.com, Mahata Aero Teknologi tidak memiliki laman situs yang dapat dikaitkan dengan perseroan.
Adapun kepemilikan saham Mahata Aero Teknologi dimiliki oleh empat pihak yakni Hendro Prasetyo dengan porsi saham sebanyak 32% atau senilai Rp3,36 miliar, PT Wicell Technologies menggenggam saham mayoritas yakni 33,5% atau senilai Rp3,51 miliar.
Selain itu, Muhammad Fitriansyah memegang 32% kepemilikan saham di Mahata Aero Teknologi atau senilai Rp3,36 miliar, dan Edward Sidharta Jayasubrata dengan kepemilikan saham 2,5% atau senilai Rp262,5 juta.