Bisnis.com, JAKARTA – National Oil Corporation (NOC), perusahaan pelat merah Libya, mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 20% atau US$270 juta menjadi lebih dari US$1,5 miliar pada Maret tahun ini, dibandingkan bulan sebelumnya.
Namun, konflik yang terjadi antara faksi-faksi di negara tersebut menjadi ancaman produksi minyak perusahaan pelat merah itu. Ketua NOC Mustafa Sanalla mengatakan, pecahnya perang di sekitar ibu kota Tripoli berisiko belakgan ini dikhawatirkan mengganggu perusahaan.
“Hal itu [perang] telah menibulkan ancaman serius bagi operasi, produksi, dan perekonomian nasional kami,” katanya dalam pernyataan, Sabtu (27/4) dikutip dari Reuters, Minggu (28/4).
Dia mengatakan, pihaknya sangat khawatir peperangan itu dapat mengancam infrastruktur energi nasional Libya dan penggunaan fasilitas NOC untuk keperluan militer. “Secepatnya konflik ini berhenti,” katanya.
Konflik yang kembali terjadi di Libya turut menghangatkan harga minyak global. Negara di benua Afrika ini merupakan salah satu anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC).
Ekonomi Libya begitu tergantung pada sektor minyak yang mewakili sekitar 82% dari pendapatan ekspornya. Di samping itu, sektor minyak dan gas juga menyumbang sekitar 60% dari total produk domestik bruto.
Namun, konflik yang terjadi di negara tersebut pemanfaatan sektor energi tidak maksimal.