Bisnis.com, JAKARTA – Membaiknya nilai tukar rupiah membuat PT Garuda Metalindo Tbk. optimistis meraih hasil yang lebih baik pada 2019. Tahun ini, perseroan menargetkan dapat meraih pertumbuhan laba hingga 20%.
Pasalnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berdampak cukup besar terhadap biaya bahan baku perseroan.
Hal tersebut tercermin dengan dengan catatan yang diraih emiten berkode saham BOLT itu pada 2018. Perseroan harus mencatatkan penurunan laba bersih pada 2018 sebesar 19%. Adapun pada 2018, Garuda Metalindo mengantongi laba bersih Rp75,12 miliar, turun dari Rp92,81 miiliar.
Berdasarkan laporan keuangan, perseran mencatatkan peningkatan kerugian kurs mata uang asing sebesar 125% dari Rp2,91 miliar menjadi Rp6,55 miliar pada 2018.
Direktur Keuangan Garuda Metalindo Anthony Wijaya menjelaskan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah pada 2018 menyebabkan adanya kerugian kurs atas utang dagang yang terjadi, dan juga membuat biaya bahan baku meningkat tajam dimana menyebabkan laba bruto perseroan tertekan banyak.
“Hampir seluruh bahan baku perseroan, termasuk juga perusahaan anak mengimpor bahan bakunya dari luar negeri dalam mata uang dolar AS,” ujarnya kepada Bisnis.com, dikutip Kamis (18/4/2019).
Pada 2019, perseroan memprediksikan kondisi yang akan jauh lebih baik dari sisi laba. Anthony mengatakan kontribusi tersebut akan disumbangkan oleh lebih stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada kuartal I/2019.
Selain itu, perseroan mengharapkan adanya pertumbuhan penjualan. Tahun ini, BOLT akan menggenjot penjualan ekspor komponen otomotif ke sejumlah negara di antaranya adalah Jerman, Brazil, Thailand, India, Malaysia, dan Amerika Serikat yang pengirimannya baru akan dimulai pada kuartal IV/2019.
“Tahun ini juga ada penyesuaian harga jual terhadap beberapa pelanggan yang akan juga memperbaiki laba bruto atas penjualan-penjualan tersebut,” pungkasnya.
Adapun target yang ditetapkan perseroan pada 2019 yakni untuk pendapatan meningkat 10%—12% dengan adanya kenaikan volume penjualan. Sementara itu, untuk target pertumbuhan laba 15%—20% dengan melihat faktor adanya kenaikan harga jual dan juga stabilisasi harga material dan kurs dolar Amerika Serikat.