Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) berhasil bergerak ke posisi lebih tinggi pascapenutupan perdagangan Kamis (28/3/2019), terlepas dari keluhan Presiden AS Donald Trump soal kenaikan harga minyak.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Mei 2019 naik 10 sen ke level US$59,51 per barel di New York Mercantile Exchange pukul 4.59 sore waktu setempat.
Adapun minyak mentah acuan global Brent untuk pengiriman Mei naik 17 sen ke level US$68 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.
Kontrak minyak berjangka di New York naik 0,3% setelah membukukan sedikit penurunan pada akhir perdagangan Kamis (28/3). Indeks saham S&P 500 juga menguat setelah Presiden Federal Reserve Bank New York John Williams mengecilkan kekhawatiran soal resesi.
Pada saat yang sama, sejumlah pejabat perdagangan AS dikabarkan telah tiba di Beijing guna mengadakan putaran baru perundingan perdagangan dengan pemerintah China.
Harga minyak sebelumnya terdampak komentar yang disampaikan Trump dalam twitnya bahwa harga minyak "semakin tinggi". Trump mengeluh bahwa OPEC perlu memompa lebih banyak minyak mentah dan menurunkan harga minyak.
“Tapi itu juga menarik investor yang masih memiliki kepercayaan pada penguatan minyak, didorong langkah pengurangan produksi oleh OPEC, yang telah mengerek minyak mentah naik sekitar 30% sepanjang persen tahun ini,” ujar Bob Yawger, direktur divisi berjangka di Mizuho Securities USA, New York.
Akan tetapi, ada tanda-tanda ketegangan dalam aliansi produsen yang setuju untuk memangkas produksi minyak akhir tahun lalu.
Rusia mungkin hanya akan menyetujui perpanjangan pengurangan produksi selama tiga bulan dan menghadapi tekanan internal untuk mulai memompa lebih banyak minyak, lapor Reuters, mengutip sumber terkait.
Awal bulan ini, Arab Saudi memimpin Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan para mitranya untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap upaya pengurangan produksi.
Namun Saudi sepakat untuk menundanya hingga Juni untuk mendapatkan keputusan tentang apakah akan memperpanjang langkah tersebut. Selain upaya pengurangan produksi OPEC, sanksi pemerintah AS terhadap Iran dan Venezuela juga telah menopang harga.
“Harga minyak sontak turun karen twit Trump, tetapi kemudian naik dari posisi rendahnya dengan cukup meyakinkan, dan saya pikir itu karena semua orang tahu Saudi tidak akan tunduk padanya [Trump]," terang Bob Iaccino, chief market strategist di Path Trading Partners.
Minyak mentah sebelumnya juga mendapat tekanan dari lonjakan tak terduga dalam stok minyak AS pada Rabu (27/3). Lonjakan dalam penyimpanan bensin di daerah New York Harbor turut meresahkan investor, mengarah pada penurunan spread bensin yang digunakan sebagai proksi untuk margin laba.