Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah tergelincir dan ditutup turun pada perdagangan Rabu (27/3/2019), setelah laporan lonjakan suplai minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang tak terduga menambah sentimen negatif pasar yang telah terbebani keresahan permintaan global.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Mei 2019 berakhir turun 53 sen di level US$59,41 per barel di New York Mercantile Exchange. Sepanjang kuartal pertama tahun ini, WTI telah naik sekitar 30%.
Harga minyak mentah acuan global Brent untuk pengiriman Mei ikut ditutup 14 sen di level US$67,83 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.
Kontrak minyak mentah berubah negatif setelah badan energi AS Energy Information Administration (EIA) melaporkan pertumbuhan jumlah stok minyak mentah sebesar 2,8 juta barel pekan lalu.
Peningkatan tersebut, yang melampaui estimasi industri dan analis, sebagian dipandang akibat penutupan Houston Ship Channel yang telah mengganggu ekspor Amerika.
“Kenaikan itu sedikit lebih besar daripada yang diperkirakan semua orang,” ujar Rob Thummel, direktur pelaksana di Tortoise. “Penundaan pengiriman, meskipun sementara, kemungkinan akan mempengaruhi pasar minyak untuk beberapa pekan berikutnya.”
“Peningkatan persediaan di AS membayangi penurunan persediaan bensin. Baik pengiriman minyak mentah masuk dan keluar turun dan meskipun ekspor produk olahan tidak menunjukkan dampak dari gangguan Houston, hal itu mungkin terjadi pekan depan,” lanjut Thummel.
Sebagian dari Houston Ship Channel telah ditutup sejak kebakaran di fasilitas penyimpanan bahan kimia pekan lalu. Beberapa pejabat pelabuhan pada Rabu mengatakan lalu lintas normal mungkin tidak dapat dipulihkan sampai akhir pekan ini.
Harga minyak mentah juga melemah bersama dengan aksi jual pada pasar ekuitas dan reli pada obligasi AS setelah munculnya keresahan ekonomi mendorong minat untuk aset-aset yang dianggap lebih aman.
Gubernur Bank Sentral Eropa Mario Draghi pada Rabu mengutarakan sikap kebijakan akomodatif masih diperlukan, mengingat pertumbuhan yang lambat di wilayah tersebut. Pada saat yang sama, penguatan dolar AS turut melemahkan daya tarik komoditas berdenominasi greenback seperti minyak.
Harga minyak mentah AS berulang kali gagal mencapai level US$60 per barel selama sepekan terakhir. Kendati demikian, WTI tetap mengarah menuju kenaikan kuartalan terbaiknya sejak 2009 setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan aliansinya merealisasikan upaya pembatasan produksi demi mengatasi kelebihan suplai global.
Selain upaya OPEC, gangguan di Venezuela dan sanksi pemerintah AS terhadap Iran juga telah menopang harga, bahkan ketika ketidakpastian atas perundingan perdagangan AS-China beberapa kali menahannya.