Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempertahankan reboundnya dan menguat hampir 1% pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (26/3/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan IHSG menguat 0,90% atau 57,58 poin ke level 6.468,83 pada akhir sesi I dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Senin (25/3), IHSG berakhir merosot 1,75% atau 114,02 poin di level 6.411,25. Indeks mulai rebound dari pelemahannya dengan dibuka naik 0,46% atau 29,66 poin di level 6.411,25 pagi tadi.
Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 6.439,58 – 6.478,05.
Seluruh sembilan sektor menetap di zona hijau, dipimpin sektor aneka industri (+1,12%), consumer goods (+1,09%), dan industri dasar (+1,06%).
Sebanyak 250 saham menguat, 125 saham melemah, dan 254 saham stagnan dari 629 saham yang diperdagangkan.
Baca Juga
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang masing-masing naik 1,75% dan 1,73% menjadi pendorong utama penguatan IHSG siang ini.
Sejalan dengan IHSG, nilai tukar rupiah rebound dan menguat 22 poin atau 0,16% ke level Rp14.163 per dolar AS pukul 11.34 WIB, setelah berakhir melemah 22 poin di posisi 14.185 pada Senin (25/3).
Menurut riset Indo Premier Sekuritas (IPS), rebound nilai tukar rupiah dan mulai diumumkannya pembagian dividen oleh emiten diprediksi akan menjadi sentimen positif pasar hari ini.
Sementara itu, indeks saham lainnya di kawasan Asia mayoritas juga bergerak positif siang ini, di antaranya indeks FTSE Straits Times Singapura (+0,80%) dan indeks PSEi Filipina (+0,40%).
Indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang masing-masing melonjak 2,42% dan 2,15%, indeks Kospi Korea Selatan naik 0,28%, sedangkan indeks Hang Seng Hong Kong naik 0,12% pada pukul 12.20 WIB.
Bursa saham Asia secara keseluruhan rebound setelah dua hari sebelumnya melemah. Namun prospek pasar tetap suram saat investor masih mencermati kemungkinan resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) setelah kurva imbal hasil obligasi berinversi untuk pertama kalinya sejak 2007.
“Terlalu dini untuk berbicara tentang kurva imbal hasil yang berarti kita akan masuk ke dalam resesi,” ujar Philip Wyatt, ekonom UBS Group AG kepada Bloomberg Television.