Bisnis.com, JAKARTA—PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. menutup tahun 2018 dengan mencatatkan rugi bersih senilai Rp6,2 triliun, berbalik dibandingkan 2017 yang masih berhasil mencatatkan laba Rp3,3 triliun.
Perusahaan investasi milik Sandiaga Uno ini membukukan kerugian akibat turunnya harga saham sejumlah anak usaha yang dimiliki langsung oleh emiten dengan kode saham SRTG ini. Anak usaha tersebut yakni PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG).
Oleh karena kerugian disebabkan oleh penurunan harga saham, maka kerugian yang diderita SRTG ini belum terealisasi.
Di sisi lain, perseroan membukukan pendapatan yang terealisasi sebesar lebih dari Rp1,1 triliun sepanjang 2018. Sebesar Rp900 miliar di antaranya berasal dari pendapatan dividen yang dikantongi perseroan dari pembayaran dividen anak usaha. Selain itu, perseroan juga mendapatkan keuntungan dari hasil inevestasi lainnya.
Kinerja laba SRTG yang kurang memuaskan disebabkan beragam faktor eksternal, seperti kenaikan suku bunga, melemahnya mata uang dan harga komoditas yang fluktuatif yang menyebabkan tekanan pada IHSG. Alhasil, tekanan ini menciptakan dampak buruk untuk kinerja harga saham dari portofolio investasi.
Total aset SRTG sebesar Rp20,1 triliun yang diatribusikan kepada perusahaan investasi yang fokus pada tiga sektor utama, yaitu sumber daya alam, infrastruktur dan konsumen barang dan jasa.
Michael Soeryadjaya, Presiden Direktur SRTG, menjelaskan bahwa kinerja perusahaan pada tahun 2018 menggambarkan strategi investasi yang dilakukan oleh Saratoga mampu menghasilkan hasil investasi yang optimal.
Secara fundamental, perusahaan-perusahaan investasi Saratoga juga tumbuh secara positif dan terus meningkatkan nilai tambah perusahaan melalui strategi pertumbuhan organik dan non organik.
"Kami bangga dengan kinerja perusahaan investasi kami di tengah tantangan bisnis yang sangat dinamis pada tahun 2018. Disiplin dan kehati-hatian dari tim investasi kami merupakan kunci keberhasilan Saratoga dalam mencapai pengembalian investasi yang optimal," katanya dalam keterangan pers, Selasa (26/3/2019).
Michael mengatakan, pendapatan dividen yang tinggi menunjukkan kinerja operasional dan bisnis yang kuat dari perusahaan investasi. Dirinya mengaku bangga dengan hasil yang diperoleh SRTG, tidak saja karena pertumbuhan pendapatan dividen yang konsisten, tetapi juga diversifikasi perusahaan investasi yang berkontribusi pada dividen.
Menurutnya, rugi investasi dari penurunan harga saham merupakan kondisi normal, sebab pasar selalu melalui berbagai tahap volatilitas. Sebagai investor jangka panjang, SRTG tetap percaya diri pada prospek perusahaan investasi dan percaya bahwa harga saham pada akhirnya akan mampu menyamai fundamental perusahaan.