Bisnis.com, JAKARTA—Rencana Bursa Efek Indonesia untuk memperkenalkan produk derivatif baru, yakni structured warrant atau waran terstruktur sebaiknya menunggu hingga pasar saham sebagai instrumen utama di pasar modal sudah cukup dalam.
Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital, mengatakan bahwa instrumen waran terstruktur diterbitkan oleh sekuritas atau pihak sponsor atas dasar saham emiten tertentu yang dimiliki sekuritas tersebut dan mengumpulkan dana melalui instrumen itu.
Menurutnya, tujuan instrumen ini pada akhirnya adalah untuk meningkatkan nilai transaksi dan likuiditas di pasar modal dalam negeri. Hal tersebut pada dasarnya cukup positif.
Akan tetapi, substansi kehadiran pasar modal menurutnya adalah untuk menjalankan fungsi perantara antara pihak yang membutuhkan dana, yakni emiten, dengan pihak yang kelebihan dana, yakni investor. Fokus utama pasar modal adalah pada kedua pihak tersebut.
Oleh karena itu, menurutnya hal tersebut justru harus lebih dahulu dijamin kelancarannya. Pasalnya, hingga saat ini jumlah emiten yang aktif ditransaksikan di pasar modal hanya sekitar 200-an emiten dari total lebih dari 600 emiten yang ada.
Waran terstruktur tidak mempertemukan investor dengan emiten, melainkan investor dengan sekuritas. Alhasil, peningkatan aktivitas transaksi di instrumen ini tidak berdampak pada likuiditas saham emiten yang menjadi dasar penerbitan instrumen ini.
Baca Juga
“Boleh saja kreativitas produknya keluar dari concern tersebut [mempertemukan investor dan emiten], tetapi dengan catatan kedalaman pasar saham kita sudah mature. Jangan sampai sebelum mature, muncul concern di luar substansi pasar modal untuk intermediasi,” katanya, Rabu (27/2/2019).
Alfred mengatakan, instrumen ini tampaknya bukan permintaan dari investor, melainkan dari pihak sekuritas agar memiliki lebih banyak akses untuk menyerap dana investor.
Setiap sekuritas tentu memiliki saham emiten tertentu dalam portofolionya. Saham-saham ini akan lebih maksimal manfaatnya bila dapat dimonetisasi menjadi sumber pendanaan berupa waran terstruktur ini.
Ini berbeda dibandingkan waran biasa yang selama ini sudah dikenal, yang mana waran tersebut diterbitkan oleh pihak emiten. Waran sering kali dibagikan secara gratis pada investor, untuk nantinya bisa ditebus oleh investor di harga tertentu.
Emiten akan menerbitkan saham baru ketika waran tersebut ditebus. Dananya akan masuk ke permodalan emiten. Kendati begitu, waran itu sendiri bisa ditransaksikan di pasar sekunder sebelum ditebus.
Sementara itu, waran terstruktur diterbitkan oleh sekuritas dan mengandalkan saham yang sudah dimiliki oleh sekuritas. Investor yang ingin menebusnya nantinya bukan mendapatkan saham baru dari emiten, melainkan saham yang dimiliki sekuritas. Dananya diserap oleh sekuritas.
Alfred mengatakan, sekuritas yang membuat produk waran terstruktur ini tentu akan memilih saham-saham yang likuid juga sebagai dasarnya agar menarik minat investor. Hal tersebut tentu tidak memberikan nilai tambah bagi mayoritas saham di pasar modal yang tidak likuid.
Padaha, saham-saham tidur yang jarang ditransaksikan tersebut juga dimiliki oleh banyak investor publik. Kepentingan investor publik pada saham-saham tersebut tidak mendapat dukungan apapun dari produk waran terstruktur ini.
“Alangkah lebih baik kalau upaya pendalaman pasar ini dengan menambahkan kuantitas saham yang aktif diperdagangkan, paling tidak sampai 80% dari emiten yang ada di bursa. Kalau itu tuntas, baru masuk ke produk structured warrant ini,” katanya.