Bisnis.com, JAKARTA — Investor asing kian gencar mengincar instrumen surat utang negara atau SUN, baik di pasar sekunder maupun pasar primer, kendati mulai berhati-hati dalam memilih tenor instrumen yang dibeli.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, total nilai beli bersih asing sepanjang Februari 2019 hingga Selasa (12/2) sudah mencapai Rp17,05 triliun. Nilai tersebut sudah melampaui nilai beli bersih sepanjang Januari 2019 yang sebesar Rp16,68 triliun.
Sementara itu, dalam lelang SUN yang digelar pemerintah pada Selasa (12/2), investor asing melakukan penawaran senilai Rp18,1 triliun atau setara 27,3% dari total penawaran investor dalam lelang tersebut yang mencapai Rp66,35 triliun. Lelang tersebut merupakan lelang dengan jumlah penawaran tertinggi dalam lebih 1 tahun terakhir.
Anup Kumar, Senior Analis Fixed Income Bank Maybank Indonesia, mengatakan bahwa penawaran investor asing dalam lelang SUN kali ini juga merupakan yang tertinggi sepanjang tahun ini. Dalam 3 lelang SUN sebelumnya, penawaran asing berturut-turut yakni Rp12,6 triliun, Rp10,23 triliun, dan Rp12,37 triliun.
Anup mengatakan, bila menganalisis profil penawaran asing dalam lelang tersebut, investor asing masih belum dapat sepenuhnya dianggap overweight terhadap Indonesia. Asing paling banyak memesan seri 5 tahun dan 10 tahun yang menunjukkan mereka masih sedikit underweight.
Berdasarkan Bloomberg Indonesia Local Sovereign Index, durasi rata-rata SUN yang beredar di pasar (modified duration) yakni 5,89 kali. Rata-rata durasi asing dalam lelang tersebut adalah 4,95 kali atau lebih rendah.
Jadi, meskipun secara nominal, asing terlihat bersemangat, tetapi dari sisi tenor yang dibeli terlihat berhati-hati. FR0077 (5 tahun) dan FR0078 (10 tahun) dipesan masing-masing 44% dan 26% dari total permintaan asing.
Sementara itu, dari total SUN yang dimenangkan DJPPR senilai Rp25 triliun, total yang dimenangkan asing hanya 24%. Hal ini menunjukkan asing cenderung meminta yield yang tinggi pada lelang. Pada lelang sebelumnya, porsi yang dimenangkan asing berkisar antara 22%—30%.
Dari sisi rata-rata tertimbang berdasarkan durasi, rata-rata durasi asing yang dimenangkan yakni 4,95 kali, atau di bawah indeks 5,89 kali. Ini juga menunjukkan asing tidak sepenuhnya percaya diri.
“Asing terlihat tidak ingin akumulasi dengan instrumen yang lebih berisiko. Namun, kita juga tidak bisa mengatakan mereka bearish karena nilai net buy tahun ini juga masih tinggi. Jadi, kalau secara keseluruhan, sepertinya mereka masih netral terhadap Indonesia,” katanya, Rabu (13/2/2019).
Anup mengatakan, investor asing sebelumnya terpantau cukup agresif membeli instrumen tenor panjang pada akhir Januari 2019, meskipun dalam lelang kemarin sedikit menurunkan durasinya. Dirinya memperkirakan, posisi netral asing saat ini kemungkinan bertahan hingga adanya indikator atau sentimen positif baru.
Dhian Karyantono, analis Fixed Income Mirae Asset Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa aksi beli asing di pasar SUN sepanjang awal tahun ini umumnya didorong oleh sentimen dovish dari The Fed yang menyebabkan terjadinya aliran modal menuju negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sentimen dovish The Fed ini mulai terasa dampaknya pada akhir Januari, Kamis (31/1) sehingga baru tercemin pada data transaksi mulai Senin (4/2) karena faktor proses settlement T+2. Saat itu, nilai beli bersih asing dalam sehari mencapai Rp6,38 triliun.
Menurutnya, sentimen tersebut tidak saja berpengaruh positif terhadap investor asing, tetapi juga domestik. Sentimen tersebut menyebabkan pasar obligasi Indonesia kondusif dan reli 4 hari perdagangan berturut-turut usai FOMC pada 29—30 Januari 2019.
Meskipun demikian, Dhian melihat masih ada sikap hati-hati investor terhadap kemungkinan downside risk bagi harga SUN yang berasal dari ketidakpastian perang dagang, perkembangan ekonomi AS, dan performa dari neraca transaksi berjalan Indonesia, khususnya neraca dagang.
“Kehati-hatian tersebut tercermin dari tingginya incoming bids seri benchmarktenor pendek FR0077 dan menengah FR0078 dibandingkan dengan seri acuan lainnya,” katanya.
Maximilianus Nico Demus, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, mengatakan bahwa masih murahnya pasar obligasi domestik menjadi daya tarik yang juga turut dipertimbangkan investor asing.
Adapun, akhir-akhir ini yield SUN mulai turun. Saat ini, yield SUN 10 tahun berada pada level 7,87% dengan harga 2,564% di atas harga par. Kenaikan yield di pasar sekunder ini juga menjadi pendorong asing mencoba masuk lewat pasar primer dalam lelang kemarin, sebab berharap bisa mendapatkan yield lebih tinggi.
Nico menilai, bila menimbang kondisi global terkini dan semangat investor asing, masih ada peluang aksi beli akan berlanjut. Namun, syaratnya adalah pemilu dapat berjalan baik. “Dengan masih adanya sentimen positif, setidaknya 2-4 minggu sebelum pemilu masih akan ada capital inflow,” katanya.
Nico mengatakan, arus masuk asing ini cukup tinggi dalam waktu yang singkat. Dirinya berharap aksi ini bukan merupakan strategi asing untuk memanfaatkan kondisi stabil jelang pemilu, sehingga lantas keluar cukup agresif jelang pemilu.
Sejauh ini, faktor-faktor global masih diwarnai ketidakpastian, seperti damai dagang dan Brexit. Segala kemungkinan masih bisa terjadi.
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa credit default swap (CDS) Indonesia pun semakin mengecil sepanjang tahun ini. Ini mencerminkan risiko pasar obligasi Indonesia semakin mengecil.
CDS 5 tahun Indonesia sudah turun dari level 137,45 pada akhir 2018 menuju 111,92 pada Rabu (13/2/2019) atau menguat 18,6% secara year to date.