Bisnis.com, JAKARTA — Reli kinerja pasar saham Indonesia diperkirakan mencapai puncaknya pada Juni 2019. Setelah itu, pergerakan IHSG cenderung akan tertekan pada sepanjang semester II/2019.
Head of Research Institusi MNC Sekuritas Thendra Crisnanda menyampaikan dalam paparan Market Outlook 2019, pergerakan IHSG bakal mencapai level terendahnya pada November 2019 tertekan oleh sejumlah sentimen eksternal. Pasalnya, IHSG pada awal tahun ini telah mencatatkan return yang agresif.
“Return IHSG pada paruh kedua 2019 akan negatif, karena return pada awal tahun sudah terlalu agresif, naik 5,4%,” katanya dalam acara Investor Gathering & Corporate Forum 2019 di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Dia memperkirakan, IHSG dapat bullish sepanjang semester pertama tahun ini ke level 6.746 dengan tingkat probabilitas sebesar 60% dan skenario spread yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun pada level 8%.
Adapun, apabila spread yield obligasi pemerintah bisa menembus ke bawah 8%, IHSG pun diperkirakan berpeluang reli hingga ke level 7.000.
Thendra pun menilai koreksi yang terjadi dalam pergerakan IHSG belakangan ini masih wajar. Pasalnya, kekuatan IHSG cenderung dibayangi oleh aksi ambil untung (profit taking). Selanjutnya, IHSG akan ditopang oleh sentimen politik karena secara historis pergerakan IHSG akan menguat menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres).
Dirinya pun memilih saham-saham di sektor konsumer (ICBP, GGRM, SIDO, dan HOKI), sektor telekomunikasi (TLKM dan EXCL), dan sektor tambang (INCO dan HBCA) yang dapat dicermati pada tahun ini.
Lebih lanjut, Thendra mengingatkan bahwa IHSG dapat melemah pada paruh kedua tahun ini disebabkan oleh kekhawatiran mengenai pengetatan moneter Bank Sentral Eropa (ECB).
Pada tahun lalu, ECB telah menghentikan program pembelian obligasi dan sejumlah ekonom memperkirakan ECB berpeluang menaikkan suku bunga pada awal tahun 2020. Hal itu pun dikhawatirkan dapat membawa investor Eropa yang memegang surat utang pemerintah kembali ke negaranya (capital outflow).