Bisnis.com, JAKARTA – Harga tembaga kembali tertekan setelah perlambatan pertumbuhan keuntunagn industri memberi sinyal bahwa perekonomian China mulai melemah, yang akan semakin membayangi outlook permintaan untuk logam industri.
Pertumbuhan pendapatan sejumlah industri di China melambat dalam 5 bulan terakhir hingga September karena penjualan logam industri dan bahan baku pabrik semakin berkurang. Hal itu membuat permintaan menurun dari negara perekonomian terbesar kedua di dunia itu.
Analis ANZ Daniel Hynes mengatakan bahwa hilangnya minat pada aset berisiko semakin bertambah ketika melihat pelemahan mata uang di China. Yuan terdepresiasi dan akan memberikan dampak pada permintaan.
“Yuan melemah akan membuat harga komoditas yang dihargai dengan dolar Amerika Serikat akan semakin mahal untuk dibeli menggunakan mata uang China itu,” tuturnya, dilansir dari Reuters, Senin (29/10/2018).
Pada perdagangan Senin (29/10) harga tembaga di bursa London Metal Exchange (LME) mengalami penurunan dan kembali ke US$6.167 per ton, setelah sempat naik pada awal perdagangan ke US$6.188,50 per ton. Secara year-to-date (ytd) harga sudah tercatat turun 15%.
Meskipun mengalami penurunan harga, cadangan tembaga di bursa LME mencatatkan kenaikan pesanan hingga 6.450 ton pada Jumat (26/10) yang menjadi pertanda bahwa permintaan masih cukup kuat.
Selain dari LME, harga tembaga di Shanghai Futures Exchange (SHFE) juga tercatat turun 140 poin atau 0,28% menjadi 49.900 yuan per ton.
Perlambatan pertumbuhan pendapatan industri di China sudah terlihat dari data pekan lalu yang menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi pabrik pada September berada dalam laju paling lambat sejak Februari 2016.
Saat ini, data Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (CFTC) AS melaporkan bahwa investor tembaga seperti hedge fund dan money manager telah menambahkan posisinya untuk jangka pendek kepada komoditas tembaga di Comex.
Selain tembaga, logam industri lain yang juga mengalami pelemahan adalah nikel yang anjlok selama 5 sesi beruntun dan menyentuh titik terendah sejak Desember karena antusiasme investor yang menurun kepada komoditas koponen pembuat baterai itu.