Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menghentikan laju reli penguatan dolar AS setidaknya untuk saat ini. Dolar AS melemah setelah Trump memberikan kritik pada China dan Uni Eropa karena telah melakukan manipulasi mata uang dan menahan suku bunganya tetap rendah.
Pada penutupan eprdagangan Jumat (20/7), indeks dolar AS sempat meluncur 0,74% sebelum mengalami penurunan 0,68% menjadi 94,47 dan menjadi pelemahan terparah sejak Maret lalu.
Ketegangan perdagangan global yang semakin kuat, tidak menunjukkan akan adanya perdamaian, dengan Trump yang kemudian mengatakan “siap” dengan tarif pada impor China senilai US$500 miliar. Retorika hawkish pada perdagangan, dibarengi dengan kicauan Trump soal mata uang dianggap oleh sejumlah analis membantu pelemahan dolar AS.
“Komentar Trump sangat tegas dan agresif, dan pasar telah melihat Trump pernah maju terkait dengan tarif. Serangan komentar Trump akan mendorong pasar untuk menaruh posisi dolar AS dalam jangka panjang lagi,” ujar Shahab Jalinoos, Kepala Ahli Strategi Mata Uang Global Credit Suisse, dilansir dari Bloomberg, Minggu (22/7/2018).
Pelemahan dolar AS mematahkan penguatan selama tiga hari berturut, yang terus menguat di tengan kenaikan tensi perang dagang dan pelemahan mata uang yuan milik China. Dolar AS tercatat melemah 0,6% di hadapan euro dengan nilai US$1,17 per euro, dan melemah 0,6% di hadapan mata uang Jepang yen, menguatkan yen pada posisi 111,76 yen per dolar AS.
“Peningkatan risiko pada dolar AS dimanfaatkan sebagai senjata perang dagang yang membuat doalr AS berada dalam ‘wilayah berbahaya’, membuat dolar AS semakin rentan terhadap kelanjutan pelemahan,” ungkap Shaun Osborne, Ahli Strategi Mata Uang Scotiabank.
Baca Juga
Pemerintah Trump pernah menyatakan keluhannya pada beberapa waktu lalu tentang mata uang negara rekan dagangnya. Hal itu juga menjadi faktor pelemahan dolar AS, yang bisa memicu kenaikan ekspor AS.
“Para investor global memberatkan aset AS. Apabila pemerintah AS membuat persepsi bahwa mereka ingin mata uangnya lebih lemah, akan sangat menarik bari investor global untuk mengurangi posisinya dan dolar AS akan dirugikan,” kata Daniel Katzive, Kepala Strategi Mata Uang BNP Paribas.
Analis Mizuho Sireen Harajli juga mengungkapkan bahwa jelas terlihat dari kebijakan pemerintah AS saat ini terhadap perdagangan bahwa pihak AS sendiri ingin melihat dolar AS berhenti menguat. Namun, Harajli tak yakin bahwa intervensi verbal dari Presiden AS akan menghasilkan sesuatu yang besar.
Fundamental ekonomi AS tetap kuat, dan dengan begitu membuat Federal Reserve AS akan tetap teguh pada rencananya untuk kembali memperketat kebijakan moneternya.