Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan minyak sawit mentah atau crude palm oil diprediksi berkurang pada Ramadan 2018 karena terkena dampak dari perang dagang Amerika Serikat dan China.
Sejumlah produsen CPO melihat momentum Ramadan tahun ini suram, pasalnya, permintaan minyak nabati itu di kawasan Asia pada tahun ini melemah dibandingkan tahun lalu akibat perang dagang AS dengan China.
Perang dagang tersebut mempengaruhi bidang pertanian India sehingga membuat negeri Bollywood tersebut bergulat dengan bea impor yang lebih rendah.
Dikutip dari Bloomberg pada Senin (17/4/2018) Chandran Sinnasamy, broker derivatif CIMB Futures Sdn., mengatakan meskipun Malaysia telah memperpanjang pembekuan pajak ekspor namun tetap tidak menggoda India sebagai pembeli CPO terbesar dunia untuk menambah permintaan. India telah melakukan restock pada 7 April.
Upaya India dalam mengurangi permintaan tersebut dapat menekan perdagangan berjangka di Kuala Lumpur yang sebelumnya mengalami kerugian sebanyak 5% pada tahun ini.
Impor India pada CPO Indonesia dan Malaysia meningkat 12% pada Maret, angka tertinggi dalam bulan ini selama lebih dari 5 tahun, namun masih di bawah rata-rata kenaikan 18%.
“Orang-orang sudah melakukan pembelian sebelum Ramadan, itu yang menjadi alasan ekspor mengalami peningkatan,” kata Gnanasekar Thiagarajan, kepala strategi perdagangan dan hedging di Kaleesuwari, India. Dia berpendapat impor India bisa turun 15% – 20% pada tahun ini. “Perang dagang seperti mata pedang bagi pasar”, lanjut Thiagarajan.
Selain itu, peningkatan bea impor India membuat minyak nabati pesaing seperti minyak kedelai menjadi lebih murah.
Permintaan untuk CPO biasanya meningkat pada bulan Ramadan karena penjualan makanan yang diolah dengan cara digoreng juga meningkat. CPO menyumbang 60% untuk pembelian minyak yang digunakan untuk memasak di India.
Sandeep Bajoria, chief executive officer Sunvin Group, broker di Mumbai dan konsultan industri perminyakan India mengatakan, India mungkin akan mengimpor kurang dari 725.000 metrik ton CPO pada April dan Mei, bisa jadi lebih rendah dari rata-rata selama lima tahun pada bulan ini.
Total pembelian terperosok antara 500.000 ton – 700.000 ton menjadi sekitar 9,2 juta ton tahun ini.