Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Garuda Indonesia (GIAA) Pertahankan Rasio Hedging Avtur 25%

Emiten maskapai milik Negara, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mempertahankan rasio lindung nilai atau hedging terhadap harga avtur di level 25%27% sepanjang tahun ini. Perseroan terus memantau kondisi pasar untuk dapat meningkatkan rasio hedging tersebut.
Garuda Indonesia Travel Fair 2018/Deandra Syarizka
Garuda Indonesia Travel Fair 2018/Deandra Syarizka

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten maskapai milik Negara, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mempertahankan rasio lindung nilai atau hedging terhadap harga avtur di level 25%—27% sepanjang tahun ini. Perseroan terus memantau kondisi pasar untuk dapat meningkatkan rasio hedging tersebut.

Pengeluaran perseroan untuk membeli avtur merupakan beban terbesar yang turut berperan membuat emiten pelat merah tersebut rugi besar pada tahun lalu. Berdasarkan dokumen yang dipublikasikan perseroan, biaya yang dikeuarkan untuk avtur pada 2017 mencapai US$1,15 miliar.

Beban tersebut melonjak 25% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sekaligus berkontribusi hingga 56,6% terhadap total expense Garuda Indonesia pada 2017. Untuk menekan kerugian pada tahun ini, perusahaan berencana menjaga rasio hedging sesuai.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Helmi Imam Satriyono mengungkapkan, perseroan telah meningkatkan volume belanja bahan bakar yang telah dilindung nilai dalam setahun terakhir.

“Pelaksanaan hedging dilakukan, namun dengan memperhatikan kondisi pasar. Rasio yang di-hedging terhadap total konsumsi avtur saat ini kami pelihara di kisaran 25%—27%, meningkat dari level semula pada kuartal II/2017 yang masih 12%—15%,” ungkap Helmi pada Bisnis.com, Rabu (4/4/2018).

Helmi mengungkapkan emiten dengan kode saham GIAA tersebut memantau ketat situasi pasar untuk dapat mengubah rasio hedging. Adapun, pada tahun lalu, Garuda Indonesia membukukan kerugian US$213,4 juta atau jeblok 2.378,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang positif US$9,4 juta.

Manajemen Garuda Indonesia sempat menyebut kenaikan harga minyak dunia yang sudah mencapai level US$60-an per barel dari US$50 per barel pada 2017, akan ikut mengerek harga avtur. Selain itu, kondisi global masih menyebabkan pergerakan nilai tukar rupiah berfluktuasi.

"Perseroan berharap pada full year 2018 dapat membukukan laba meski triwulan pertama diperkirakan masih ada kerugian. Untuk memperbaiki finansial, perusahaan melakukan beberapa upaya, salah satunya yaitu hedging atau lindung nilai terhadap avtur," ungkap Manajemen melalui prospektus yang dipublikasikan di harian Bisnis Indonesia, belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dara Aziliya
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper