Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah sukses melanjutkan apresiasinya pada perdagangan hari kedua berturut-turut, Senin (12/3/2018), di tengah penguatan mata uang Asia terhadap dolar AS.
Rupiah ditutup menguat 0,23% atau 32 poin di Rp13.765 per dolar AS. Pagi tadi rupiah dibuka dengan apresiasi 24 poin atau 0,17% di posisi Rp13.773 per dolar AS.
Adapun pada perdagangan Jumat (9/3), rupiah membukukan rebound dengan penguatan 0,14% atau 19 poin di posisi 13.797. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.750 – Rp13.780 per dolar AS.
Bersama rupiah, mayoritas mata uang di Asia terpantau menguat, dipimpin won Korea Selatan sebesar 0,44%, rupee India dengan 0,26%, dan yen Jepang yang menguat 0,23%.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau turun 0,08% atau 0,070 poin ke level 90,023 pada pukul 16.55 WIB.
Sebelumnya indeks dolar dibuka di zona hijau dengan kenaikan tipis 0,012 poin atau 0,01% di level 90,105, setelah pada perdagangan Jumat (9/3) berakhir melemah 0,10% atau 0,086 poin di posisi 90,093.
Dilansir Bloomberg, kinerja mata uang dan bursa saham di Asia menguat seiring dengan kembalinya minat pasar terhadap aset berisiko setelah rilis data pada Jumat menunjukkan ekonomi AS dalam kesehatan yang baik, tanpa kenaikan upah tajam yang memicu kekhawatiran inflasi pada bulan lalu.
Pada Februari 2018, jumlah pekerjaan AS bertambah sebanyak 313.000, melampaui perkiraan untuk kenaikan sebesar 205.000. Adapun data upah menunjukkan rata-rata pendapatan per jam meningkat 2,6% dari tahun sebelumnya atau meleset dari perkiraan sebesar 2,8%.
Hal tersebut mengurangi spekulasi bahwa bank sentral AS The Federal Reserve akan langkah pengetatannya. Turut memberikan sentimen positif, Presiden Trump mengecualikan Australia dari pengenaan tarif logam, sehingga mengikis spekulasi terjadinya perang dagang.
“Daya tarik aset berisiko kembali pulih ke level tertinggi sejak 23 Januari, berdasarkan model Royal Bank of Canada, ditopang turunnya volatilitas ekuitas. Ini akan membatasi pergerakan dolar AS terhadap mata uang Asia,” ujar Sue Trinh, head of Asia FX strategy di RBC Hong Kong.