Bisnis.com, JAKARTA—Harga bijih besi semakin melemah seiring dengan meningkatnya stok mingguan China sebesar 100.000 ton menjadi 120 juta ton.
Pada penutupan perdagangan Senin (23/10/2017) harga bijih besi pengiriman Qingdao dengan kandungan 62% turun 0,46 poin atau 0,74% menjadi US$62 per ton. Sepanjang 2017 harga merosot 21,39% dari penutupan 30 Desember 2016 di level US$78,87 per ton.
Seperti dikutip dari Bloomberg, laporan Antaike Information Development menyebutkan stok bijih besi di pelabuhan China pada pekan yang berakhir Jumat (20/10/2017) naik 0,1 juta ton menjadi 120 juta ton.
Tim analis Deutsche Bank termasuk Paul Young dalam laporannya memaparkan, pengurangan produksi baja di China pada musim dingin yang berlangsung November 2017—Maret 2018 dapat mendorong harga bijih besi ke kisaran US$50—US$60 per ton.
Dalam rentang waktu empat bulan itu, diperkirakan pemangkasan produksi baja mencapai 34 juta—42 juta ton. Volume tersebut mengurangi permintaan impor bijih besi di Negeri Panda sekitar 30 juta—57 juta ton.
“Namun, pembatasan produksi di musim dingin akan menimbulkan permintaan yang kuat pada musim semi 2018 di China,” tulis Deutsche Bank.
Pada kuartal IV/2017, harga bijih besi akan berada di rerata US$55 per ton. Harga kemudian rebound ke area US$70 per ton pada pertengahan 2018 seiring dengan meningkatnya permintaan.