Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Turun 2%, Ini Penjelasan Bos BEI

Kondisi nilai tukar rupiah serta pengaturan harga batubara domestic market obligation (DMO) dituding menjadi penyebab utama anjloknya indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin.
Karyawan beraktivitas di dekat papan elektronik penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan, di Jakarta, Selasa (27/2/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Karyawan beraktivitas di dekat papan elektronik penunjuk Indeks Harga Saham Gabungan, di Jakarta, Selasa (27/2/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi nilai tukar rupiah serta pengaturan harga batubara domestic market obligation (DMO) dituding menjadi penyebab utama anjloknya indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin.

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan intervensi pemerintah terhadap pasar harga batu bara menjadi sentimen negatif terhadap pasar saham. Menurutnya, penurunan sektor batu bara ini turut menjalar ke sektor lainnya.

"Pertambangan terkena langsung dampaknya. Karena sartu sektor juga mempengaruhi sektor lain. Selain itu ada faktor rupiah yang sedang mencari keseimbangannya," kata dia di Gedung BEI, Rabu (7/3/2018).

Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup merosot 2,03% atau 131,84 poin di level 6.368,27. Berdasarkan data Bloomberg, sembilan indeks sektoral IHSG berakhir di zona merah, dengan tekanan terbesar dari sektor tambang yang merosot 3,56%, disusul sektor konsumer yang melemah 3,07%.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami pelemahan harga saham. Hampir seluruh bursa bursa saham Asia melemah karena karena investor mempertimbangkan implikasi pengaruh kuat proteksionis dalam pemerintahan Trump setelah mundurnya Gary Cohn.

Indeks FTSE Malay KLCI turun 1,18%, indeks FTSE Straits Time Singapura melemah 0,57%, dan indeks SE Thailand yang melemah 0,79%. Penguatan terjadi di indeks PSEi Filipina yakni hanya sebesar 0,53%.

Di kawasan Asia lainnya, Indeks Topix ditutup melemah 0,72% atau 12,34 poin ke level 1.703,96, sedangkan indeks Nikkei 225 ditutup turun 0,77% atau 165,04 poin ke level 21.252,72.

Sementara itu, investor asing terus membukukan aksi jual bersih atau net sell. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, net sell oleh investor asing mencapai Rp1,17 triliun pada perdagangan kemarin.

Sementara itu, nilai tukar rupiah berhasil ditutup rebound pada perdagangan kemarin. Kurs Garuda di pasar spot ditutup menguat 16 poin atau 0,12% ke level Rp13.760 per dolar AS, setelah dibuka menguat 18 poin atau 0,13% ke posisi Rp13.758 per dolar AS.

Investor asing melakukan aksi jual sebanyak 1.35 miliar lembar saham senilai Rp3,66 triliun. Adapun aksi beli investor asing tercatat mencapai 1,32 miliar lembar saham senilai sekitar Rp2,49 triliun.

Total nilai transaksi yang terjadi di lantai bursa mencapai sekitar Rp9,68 triliun dengan volume perdagangan tercatat sekitar 12,87 miliar lembar saham. Menurut Tito, aksi ambil untung alias profit taking juga dilakukan oleh investor lokal.

Namun, menurutnya, aksi ini wajar mengingat adanya kebutuhan masyarakat untuk membayar pajak tahunan. "Faktor lain adalah ada penarikan dana untuk kebutuhan pembayaran pajak," imbuhnya.

Tito menambahkan, secara fundamental kondisi emiten yang melantai di bursa saat ini dalam kondisi bagus. Dari 70 laporan keuangan yang telah dilaporkan rata-rata kenaikan laba mencapai 24% dibandingkan capaian pada 2016. "Fundamental kuat, produk [emiten] bagus. Ini hanya masalah persepsi," tegasnya.

Analis Royal Investium Sekuritas Wijen Pontus menilai koreksi yang terjadi pada IHSG kemarin merupakan fenomena yang wajar, mengingat sejak akhir tahun lalu pergerakan indeks beberapa kali mencatatkan rekor.

Menurutnya, ada dua faktor yang menyebabkan penurunan bisa mencapai 2%. Pertama adalah aksi net sell yang dilakukan oleh investor asing, dan kedua kondisi nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap mata uang Negeri Paman Sam.

"Investor asing selalu net sell sehingga IHSG rawan koreksi karena tidak ada asing yang menahan. Faktor lain adalah pelemahan rupiah yang memang luar biasa," kata dia.

Selain dua faktor tersebut, menurutnya tidak ada sentimen yang cukup kuat mempengaruhi pergerakan IHSG. Ketidakpastian AS juga telah berakhir, isu mengenai The Fed juga tidak terlalu berdampak lagi. Di sisi lain, pergantian Gubernur Bank Indonesia juga tidak cukup berdampak pada pergerakan indeks.

Dia memprediksi, koreksi ini akan terjadi maksimal selama sepekan ke depan. Secara teknikal, kata dia, indeks berpeluang untuk bangkit dan berpotensi untuk mencatatkan rekor baru pada bulan-bulan mendatang asal mampu menjaga posisi di level 6.550.

Sementara itu, terkait dengan rencana pemerintah untuk menambah subsidi energi dinilai tidak akan berpengaruh besar terhadap pergerakan IHSG. Kata dia, kebijakan tersebut lebih berdampak ke stabilitas daya beli masyarakat.

"Secara ekonomi memang bagus, tapi dampaknya tidak signifikan karena harga minyak dunia di pasar internasional juga stabil," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper