Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah tak mampu mempertahankan penguatannya pada akhir perdagangan hari ini, Selasa (27/2/2018), sejalan dengan depresiasi mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS.
Rupiah ditutup melemah 0,14% atau 19 poin di Rp13.679 per dolar AS, setelah dibuka dengan apresiasi 8 poin atau 0,06% di posisi 13.652. Pada perdagangan Senin (26/2) rupiah berakhir menguat 0,06% atau 8 poin di posisi 13.660.
Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.647 – Rp13.688 per dolar AS.
Bersama rupiah, mayoritas mata uang lainnya di Asia terpantau melemah, dipimpin peso Filipina sebesar 0,5% dan baht Thailand yang terdepresiasi 0,31%. Di sisi lain, won Korea Selatan dan renminbi China masing-masing terpantau menguat 0,20% dan 0,09%.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau turun 0,06% atau 0,056 poin ke level 89,797 pada pukul 16.51 WIB.
Sebelumnya indeks dolar dibuka dengan pelemahan 0,105 poin atau 0,12% di level 89,748, setelah pada perdagangan Senin (26/2) berakhir turun tipis 0,03% di posisi 89,853.
Baca Juga
Dolar AS melemah saat pasar fokus pada serangkaian data ekonomi pekan ini dan testimoni Gubernur Federal Reserve Jerome Powell, yang dapat menentukan apakah pemulihan mata uang AS masih memiliki banyak ruang.
Indeks Dolar AS, yang melacak pergerakan greenback terhadap sejumlah mata uang utama lainnya terpantau turun 0,06% atau 0,056 poin ke level 89,797 pada pukul 16.51 WIB.
Sebelumnya, indeks dolar dibuka dengan pelemahan 0,12% di level 89,748, setelah pada perdagangan Senin (26/2) berakhir turun 0,03% atau 0,03 poin di posisi 89,853.
Fokus investor pada pekan ini adalah testimoni Jerome Powell yang pertama kalinya di depan Kongres, di tengah kekhawatiran investor atas laju pengetatan moneter AS setelah bertahun-tahun mengalami stimulus.
Powell akan menyampaikan testimoni laporan tengah tahunan bank sentral mengenai kebijakan moneter dan ekonomi pada hari ini waktu setempat.
Roy Teo, analis investasi LGT Bank di Singapura mengatakan Powell mungkin akan terdengar optimistis terhadap prospek ekonomi, namun menekankan kesabaran dalam menilai apakah inflasi akan naik.
“Dolar tidak mungkin mendapat pengangkatan besar setelah testimoni Powell,” kata Teo, seperti dikutip Reuters.
Dilanjutkan olehnya, hal ini terutama mengingat adanya ekspektasi pasar terhadap patokan inflasi indeks harga konsumsi pribadi inti (core personal consumption expenditure/ PCE), yang dijadwalkan rilis pada Kamis.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan PCE inti akan meningkat 1,5% pada Januari dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, tidak berubah dari bulan Desember dan masih jauh dari target inflasi the Fed sebesar 2%.
“Jika ternyata angka tersebut sesuai, rintangan bagi the Fed untuk meningkatkan proyeksi kenaikan suku bunga tahun ini pada pertemuan kebijakannya pada bulan Maret, akan relatif tinggi,” tambah Teo.