Bisnis.com, JAKARTA-Moody's Investors Service menyematkan Corporate Rating Family (CFR) B3 terhadap PT Toba Bara Sejahtera Tbk., (TOBA) dengan pandangan stabil.
Pada Jumat (23/2/2018), Moody's memberikan peringkat B3 terhadap TOBA dan obligasi senior yang diluncurkan perusahaan dengan outlook stabil.
Dana hasil penerbitan obligasi digunakan untuk pembiayaan kembali utang bank, pendaan dua proyek pembangkit listrik, serta akuisisi pertambangan batu bara dan pembangkit listrik.
"Peringkat B3 Toba Bara didukung kinerja operasional yang solid dalam melalui siklus pergerakan harga batu bara. Perusahaan memiliki operasional dengan biaya rendah dan volume produksi yang stabil," papar Analis Moody's Maisam Hasnain dalam siaran pers.
Perusahaan berencana menggunakan sekitar US$150 juta dari dana obligasi untuk akuisisi di sektor batu bara dan listrik. Sebelumnya, perusahaan sudah mendapat restu pemegang saham pada akhir Januari 2018 untuk menerbitkan global bond senilai US$250 juta atau sekitar Rp3,38 triliun.
TOBA yang memiliki saham mayoritas terhadap tiga perusahaan batu bara telah berhasil mengontrol biasa operasional. Hal ini membuat perseroan menghasilkan EBITDA positif walaupun harga batu bara menurun sepanjang 2015--2016.
Baca Juga
Perusahaan juga mendapat keuntungan dari sisi logistik, karena ketiga entitas anaknya berdekatan di Kalimantan Timur dan lokasinya berada tak jauh dari dermaga. Ketiganya masih beroperasi di bawah utilitas maksimal untuk menjaga cadangan dan kapasitas lapisan penutup.
Namun, peringkat B3 terhadap TOBA mencerminkan skala bisnisnya yang sederhana dengan pendapatan sekitar US$300 juta pada 2017. Entitas anak juga terbebani utang dari perusahaan induk.
Pada 2017, 70% pendapatan TOBA disokong oleh PT Adimitra Bratama Nusantara (ABN). Padahal, kepemilikan perusaan di ABN hanya sebesar 51%.
Peringkat B3 juga mencerminkan ekspektasi Moody's bahwa dua proyek greenfield pembangkit listrik akan selesai tepat waktu dan sesuai anggaran. Pembangkit itu memiliki kapasitas 2x60 MW yang berlokasi di Gorontalo dan Minahasa, Sulawesi Utara.
Menurut Hasnain, pembangkit listrik akan memberikan penghasilan yang stabil dan diversifikasi pendapatan mulai 2020--2021. Namun, biaya pengembangannya mencapai S$430 juta sehingga meningkatkan risiko keuangan perseroan sampai tiga tahun ke depan.
Rasio utang yang disesuaikan per EBITDA TOBA diperkirakan meningkat menjadi 5x--6,5x pada 2020 dari sebelumnya sekitar 1,2x per September 2017. Perhitungan ini mencakup estimasi harga batu bara Newcastle di kisaran US$68--US$80 per ton, karena perusahaan masih hanya mengandalkan pemasukan dari penjualan batu hitam.
Hasnain menyampaikan, ini pertama kalinya Moody's memberikan peringkat kepada TOBA. Peringkat B3 bisa dinaikkan jika perusahaan mampu memperbaiki profil bisnis dan mengerjakan proyek sesuai rencana.
Sebaliknya, rating berpeluang diturunkan jika fundamental industri batu bara memburuk, sehingga arus kas TOBA menurun. Indikator Moody's untuk menurunkan peringkat ialah rasio utang disesuaikan terhadap EBITDA naik di atas 6,5x dan marjin EBIT yang disesuaikan di bawah 15%.