Bisnis.com, JAKARTA - Emiten perkebunan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk., (SSMS) menargetkan produksi tandan buah segar (TBS) pada 2018 meningkat 10%-15% dari tahun lalu.
RHB Sekuritas Indonesia melaporkan hasil pertemuan dengan Direktur Utama SSMS Vallauthan Subraminam untuk mengetahui prospek kinerja perusahaan. Sebagai informasi, Vallauthan memiliki pengalaman sekitar 40 tahun di dalam industri minyak kelapa sawit.
Dalam pertemuan tersebut, manajemen SSMS menargetkan produksi TBS pada 2018 dapat tumbuh 10%-15% year on year (yoy). Peningkatan produksi terjadi akibat dorongan dua faktor.
Pertama, usia pohon produktif di kisaran 8,5 tahun yang menunjukkan perbaikan profil umur. Kedua, imbal hasil pohon kelapa sawit lebih tinggi karena penggunaan bibit generasi kedua.
"Dengan dukungan dua faktor terebut, Sawit Sumbermas menargetkan pertumbuhan produksi TBS antara 10%-15% yoy pada 2018," papar tim analis RHB Sekuritas akhir pekan lalu.
Per September 2017, produksi TBS SSMS sejumlah 938.025 ton, naik 37,1% yoy. Adapun, produksi CPO mencapai 262.356 ton.
Dalam periode 9 bulan pertama 2017, perseroan membukukan pendapatan US$249 juta dan laba bersih US$66 juta. Hasil tersebut melampaui pencapaian full year 2016 masing-masing senilai US$202 juta dan US$44 juta.
Manajemen SSMS juga menargetkan luas area perkebunan mencapai 150.000 hektare sampai dengan 2021 secara organik dan anorganik. Tahun lalu, perseroan sudah menanam kelapa sawit di perkebunan dengan luas 70.840 hektare. Jumlah tersebut meningkat signifikan sekitar 25.000 hektare sejak 2007.
Menurut tim analis RHB, selain peningkatan kinerja usaha, struktur arus kas SSMS menjadi lebih feksibel setelah perseroan menerbitkan obligasi global senilai US$300 juta. Surat utang itu telah dicatatkan dan diperdagangkan di bursa Singapura (SGX-ST) pada 24 Januari 2018.
Jatuh tempo pembayaran surat utang ialah pada 2023. Pembayaran bunga dilakukan setiap 6 bulan mulai 23 Juli 2018 dan berakhir pada 23 Januari 2023. Kupon bunga ditetapkan 7,75% per tahun.
"Hasil obligasi global sebagaian besar digunakan untuk membiayai kembali pinjaman perbankan, sehingga perseroan memiliki fleksibilitas dalam mengelola arus kas," paparnya.
Per September 2017, liabilitas SSMS mencapai Rp5,54 triliun, naik 49,33% yoy dari sebelumnya Rp3,71 triliun. Namun, liabilitas jangka pendek menurun 39,94% yoy menjadi Rp939,37 miliar.
Tim analis RHB Sekuritas mengungkapkan, saham SSMS diuntungkan dengan posisinya sebagai emiten perkebunan satu-satunya di dalam Indeks LQ45.
Emiten perkebunan lainnya seperti AALI dan LSIP terdepak dari daftar emiten penghuni LQ45 untuk periode Februari 2018-Juli 2018.
Melihat berbagai sentimen yang ada, RHB memberikan rekomendasi beli terhadap saham SSMS dengan target Rp2.025. Pada penutupan perdagangan Jumat (9/2/2018), saham tersebut naik 15 poin atau 1,03% menjadi Rp1.465.
Sepanjang tahun berjalan, saham emiten berkapitalisasi pasar Rp13,95 triliun ini turun 2,33%. Pada 2017, saham SSMS naik 7,14% menuju Rp1.500 dengan kapitalisasi pasar senilai Rp14,29 triliun.