Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak sawit mentah atau CPO menguat seiring dengan melemahnya mata uang ringgit atas penekanan dari dolar AS.
Harga minyak sawit kontrak teraktif April 2018 di bursa Malaysia Deriavtives Exchange ditutup menguat 0,5% menjadi 2.497 ringgit (US$750,60) per ton, tertinggi untuk kontrak paling aktif sejak 29 Januari.
David Ng, spesialis derivatif di Philip Futures di Kuala Lumpur mengatakan bahwa penguatan harga minyak sawit dikarenakan lemahnya ringgit.
“Lemahnya ringgit mendukung sawit berjangka,” kata Ng, seperti dilansir dari Bloomberg, Kamis (8/2/2018).
Berdasarkan data Indonesian Palm Oil Association (GAPKI/ IPOA), pengiriman minyak sawit dan kernel oil ke India naik 32% menjadi 7,6 juta ton pada 2017, tertinggi diantara negara eksportir lainnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Togar Sitanggang baru—baru ini menuturkan bahwa ekspor cenderung maju lebih jauh pada tahun ini untuk mengimbangi pertumbuhan populasi dan ekonomi Asia Selatan.
India, yang mengandalkan impor untuk memenuhi sekitar 70% dari total kebutuhan minyak nabati menggandakan bea masuk minyak sawit mentah menjadi 30% pada November dari 15% dan meningkatkan bea masuk pada minyak sawit olahan (refined palm oil) menjadi 40% dari 25%.
“Kenaikan bea masuk India kemungkinan akan bersifat sementara,” kata Togar.