Bisnis.com, JAKARTA — Emiten peritel bahan bangunan PT Catur Sentosa Adiprana Tbk. akan mendorong kontribusi dari segmen ritel modern dari posisi 30% dari total penjualan tahunan menjadi 50% pada 2020.
Idrus H. Widjajakusuma, Sekretaris Perusahaan Catur Sentosa Adiprana, mengatakan bahwa perseroan memiliki dua segmen bisnis.
Pertama, segmen distribusi yang mencakup distribusi bahan bangunan, distribusi kimia, dan distribusi consumer goods/FMCG. Segmen ini masih menjadi kontributor utama pendapatan perseroan, mencapai sekitar 70% dari total pendapatan semester pertama tahun ini.
Kedua, segmen ritel yang mencakup pengeoperasian jaringan toko ritel modern bahan bangunan dan home improvement yakni Mitra 10, dan home furnishing yakni Atria. Perseroan memiliki 26 jaringan toko Mitra 10 hingga Juni 2017 dan akan bertambah dua lagi di sisa tahun ini.
Idrus mengatakan, perseroan berencana untuk menggenjot kontribusi dari segmen ritel dalam empat tahun ke depan. Selain untuk meningkatkan penjualan konsolidasi, penguatan segmen ini juga ditujukan untuk meningkatkan pangsa pasar dan penguatan merek.
“Kita fokusnya pengembangan Mitra 10. Bukan berarti segmen distribusi kita tinggalkan atau prospeknya kurang bagus, tetapi kita mau secepatnya bangun Mitra 10 untuk meningkatkan market share,” katanya, Kamis (10/8/2017).
Adapun, pada semester pertama tahun ini perseroan membukukan penjualan Rp4,49 triliun, meningkat 13,2% dari penjualan periode yang sama tahun lalu Rp3,97 triliun. Sementara itu, laba bersih tumbuh 14,3% dari Rp35 miliar menjadi Rp40 miliar.
Pertumbuhan terbesar disumbang oleh segmen distribusi FMCG yang mencapai 19,2% yoy, sedangkan segmen ritel modern Mitra 10 sebesar 15%. Sementara itu, segmen distribusi bahan bangunan tumbuh terbatas 11,2%.
Dalam rencana jangka menengah perseroan, emiten dengan ticker CSAP ini menargetkan dapat meningkatkan jumlah toko Mitra 10 dari posisi saat ini 26 toko menjadi 50 toko pada 2020. Setelah dua toko beroperasi pada semester pertama tahun ini, dua lainnya akan menyusul pada pekan depan dan akhir tahun ini.
Tahun depan, perseroan juga akan kembali menambah empat toko baru sehingga total hingga akhir 2018 menjadi 32 toko. Rata-rata toko perseroan memiliki luas area 3.000 meter persegi.
Idrus mengungkapkan, rata-rata kebutuhan investasi per toko dengan asumsi konsep sewa lahan 20 tahun dan bangunan toko dibangun sendiri, adalah senilai US$4 juta hingga US$5 juta. Nilai tersebut sudah termasuk modal kerja, inventaris produk, infrastruktur dan furniture-nya.
Dengan demikian, dengan asumsi tambahan 22 toko antara 2018-2020, kebutuhan modal perseroan untuk pengembangan toko mencapai US$88 juta hingga US$110 juta dengan asumsi kurs rupiah Rp13.300 per dollar AS.
“Kalau dihitung berdasarkan konsepnya, kebutuhan modal per toko bisa US$4 juta sampai US$5 juta, tetapi nanti tiap toko akan beda-beda,” katanya.
Idrus mengaku perseroan tidak terlalu kuatir dengan isu pelemahan daya beli dalam mendorong ekspansi toko. Menurutnya, kinerja toko-toko Mitra 10 yang masih bisa tumbuh 15% yoy pada semester pertama tahun ini tidak mencerminkan adanya penurunan daya beli.
Dengan pertumbuhan tersebut, perseroan mencatat tingkat pertumbuhan penjualan pada toko yang sama atau same store sales growth (SSSG) sebesar 2% yoy. Namun, perseroan mengestimasikan SSSG akan mencapai 5% yoy pada akhir tahun ini.
“Kami optimis bisa capai SSSG 5% karena kami akan kuatkan strategi private branding dengan menggunakan produk-produk import yang lebih berkualitas dan margin lebih tinggi. Kontribusinya sudah meningkat dari 8% di akhir 2016 menjadi 14% di semester satu tahun ini,” katanya.
Segmentasi pasar yang disasar perseroan selama ini adalah pasar renovasi rumah, bukan segmentasi pengembangan baru. Oleh karena itu, kelesuan penjualan properti pengembang pun tidak signifikan dampaknya pada perseroan.
Sementara itu, terkait maraknya toko online, perseroan juga tidak begitu kuatir sebab segmen ritel bahan bangunan belum banyak dirambah oleh toko online.