Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah merosot akibat bertambahnya rig Amerika Serikat dan meningkatnya produksi Libya.
Pada perdagangan Senin (1/5/2017) pukul 14:15 WIB, harga minyak WTI kontrak Juni 2017 turun 0,23 poin atau 0,47% menuju US$49,10 per barel. Adapun, harga Brent kontrak Juni 2017 merosot 0,26 poin atau 0,50% menjadi US$51,79 per barel.
Gary Burton, analis IG Ltd., mengatakan meningkatnya suplai kembali menekan harga. Terkini, pasar melihat sentimen tersebut dari AS dan libya.
Berdasarkan data Baker Hughes Inc, jumlah rig AS bertambah 9 buah menjadi 697 rig dalam sepekan yang berakhir Jumat (28/4/2017). Ini merupakan level tertinggi sejak April 2015.
"Jumlah rig AS yang meningkat akan terus membenani harga. Harga yang bergerak di area US$49 per barel menunjukkan adanya keidakstabilan," tuturnya dikutip dari Bloomberg, Senin (1/5/2017).
Sementara itu, lapangan Sharara di Libya akan memproduksi minyak sebesar 216.400 barel per hari, sementara El Feel akan memompa 26.500 barel per hari. Volume produksi diperkirakan bakal semakin meningkat ke depan.
Sentimen lain yang memengaruhi pasar ialah turunnya impor Korea Selatan. Menurut Kementerian Perdagangan, Industri, dan Energi setempat, impor minyak mentah Korsel pada April 2017 turun 7,9% year on year/yoy menjadi 82,6 juta barel.
Faktor penambahan suplai bersifat tarik-menarik dengan sentimen OPEC. OPEC dan negara-negara produsen minyak mentah lainnya berjanji memangkas suplai baru sekitar 1,8 juta barel per hari pada Januari 2017-Juni 2017. Tujuannya adalah mengangkat harga minyak yang mengalami tren menurun pada dua tahun belakangan.
Bahkan organisasi membuka kemungkinan memperpanjang masa pemangkasan suplai hingga paruh kedua 2017. Rencananya, kesepakatan perpanjangan itu akan diputuskan dalam rapat para menteri negara anggota OPEC pada 25 Mei 2017 di Wina, Austria.