Bisnis.com, JAKARTA—PT Pemeringkat Efek Indonesia menurunkan peringkat emiten taksi PT Express Transindo Utama Tbk. dari idBBB+ menjadi idBBB dengan outlook negatif.
Yogie Surya Perdana, Analis Pefindo mengatakan, penurunan peringkat tersebut dilakukan karena Pefindo secara umum melihat iklim bisnis taksi konvensional di Indonesia masih sangat menantang.
Iklim bisnis taksi konvensional boleh jadi akan diuntungkan oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Beleid tersebut memberikan sedikitnya 10 kriteria yang mengatur penyelenggaraan angkutan transportasi umum yang berbasis aplikasi online, seperti Grab, Go-Jek dan Uber.
Berlakunya regulasi tersebut akan menciptakan iklim persaingan yang lebih baik antara taksi konvensional dan taksi online. Namun, regulasi ini baru akan efektif 1 April 2017 mendatang. Alhasil, hingga kini Pefindo belum bisa menilai seberapa jauh efektivitas beleid tersebut bagi iklim bisnis taksi konvensional.
“Jadi, kami melihatnya karena ini rating agency harus konservatif, maka sejauh belum ada kepastian tentang aturan itu, kami melihat operational environtment dari taksi konvensional di Indonesia masih menantang,” katanya, Rabu (15/3/2017).
Penurunan peringkat juga cerminan dari kinerja keuangan emiten dengan kode saham TAXI tersebut tahun lalu Pendapatan TAXI per Septermber 2016 turun tajam 29% dibandingkan 2015, menjadi Rp512,57 miliar.
Dengan pendapatan tersebut, TAXI harus menderita rugi bersih Rp81,87 miliar. Hal ini wajar mengingat tingkat pemanfaatan atau utilitation rate armada mereka sejauh ini hanya 55%, turun tajam akibat kalah bersaing dengan taksi online.
Di sisi lain, TAXI juga memiliki total utang obligasi Rp1 triliun dan pinjaman bank Rp500 miliar. Rasio EBITDA terhadap interest TAXI pun hanya 1,5 kali, turun signifikan dari sebelumnya 2,5 kali. Padahal, tiga tahun lalu rasionya masih di atas 3 kali.
“Jadi, untuk bayar bunga saja mereka pas-pasan, apalagi untuk bayar principal. Jadi, resiko penurunan kinerja keuangan dan likuiditas itu yang mempengaruhi penurunan peringkat,” katanya.