Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Merespons Positif

Respons investor terhadap penerbitan obligasi korporasi pada bulan pertama 2017 ternyata sangat positif di mana setiap emisi mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribed
Ilustrasi./.
Ilustrasi./.

JAKARTA — Respons investor terhadap penerbitan obligasi korporasi pada bulan pertama 2017 ternyata sangat positif di mana setiap emisi mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribed.

Berdasarkan catatan Bisnis, tiga korporasi yang menerbitkan obligasi pada Januari 2017 mengalami oversubscribed. Bahkan, satu korporasi yang menerbitkan surat utang berdenominasi valas juga mengalami oversubscribed.

Mereka adalah PT Toyota Astra Financial Services, perusahaan patungan milik PT Astra International Tbk. dan Toyota Financial Services, yang mengalami kelebihan permintaan hingga Rp2 triliun atau 1,3 kali dari target Rp1,5 triliun.

Lalu, ada PT Mayora Indah Tbk. yang mengklaim sudah mengalami oversubscribed meski masa bookbuilding-nya belum berakhir.

Sumber Bisnis juga mengungkapkan bahwa penawaran awal obligasi Indonesia Eximbank senilai Rp3 triliun, mengalami kelebihan permintaan hingga Rp5 triliun atau 1,6 kali.

Sementara itu, surat utang valas yang dirilis oleh emiten garmen PT Pan Brothers Tbk. melalui anak usahanya PB International B.V. senilai US$200 juta juga mengalami oversubscribed hingga US$806 juta atau 4 kali.

Analis menilai respons positif investor di pasar modal atas emisi korporasi yang ditawarkan masih akan berlanjut sampai semester I/2017. Kalangan analis mengungkapkan fluktuasi yield akibat kondisi geopolitik bakal reda pada paruh pertama tahun ini.

Namun, pada paruh kedua tahun ini, pasar diprediksikan kembali bergejolak mengingat proyeksi inflasi bergerak naik, yang akan mengerek Fed Fund Rate (FFR).

I Made Adi Saputra, analis fixed-income MNC Securities, menuturkan pasar akan kembali bergejolak pada semester II/2017.

Made memproyeksikan pada semester I/2017 akan terdapat senilai Rp35 triliun obligasi korporasi yang akan jatuh tempo. Dia mengungkapkan beberapa di antaranya akan di-refinancing oleh emiten dengan menerbitkan obligasi baru.

MOMENTUM

Selain faktor refinancing, sambungnya, emiten juga memanfaatkan momentum cukup stabilnya tingkat pergerakan imbal hasil di pasar sekunder untuk menerbitkan obligasi. "Bila AS mengalami inflasi pada semester I/2017, maka The Fed akan menaikkan Fed Fund Rate, sehingga peluang yield naik akan kelihatan di semester II," ungkapnya, Selasa (31/1).

Made menuturkan, rencana The Fed menaikkan suku bunga bakal mengerek naik yield obligasi. Sebagai pembanding, kini yield surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun pada perdagangan kemarin berada di level 7,6%.

Dia menilai angka tersebut cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan kuartal III/2016. Namun, bila dibandingkan dengan sejak awal tahun ini, tren yield SUN masih belum mengalami pergerakan yang signifikan.

Menurutnya, kondisi saat ini masih cukup murah buat menerbitkan obligasi. Dia mengungkapkan, Grup Astra pada semester I/2017 juga akan menerbitkan surat utang dengan volume sekitar Rp1 triliun-Rp3 triliun untuk masing-masing emiten.

Di pihak lain, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) telah mengantongi mandat emisi surat utang senilai Rp23,16 triliun dari 26 perusahaan hingga akhir Januari 2017. Pefindo mencatat mandat paling banyak berasal dari perusahaan pembiayaan senilai Rp6,2 triliun dari enam perusahaan.

Lalu disusul oleh dua emiten konstruksi senilai Rp2 triliun. Sementara itu, emiten properti, manufaktur, dan perbankan akan menerbitkan surat utang masing-masing senilai Rp2,91 triliun, Rp2 triliun, dan Rp2 triliun.

Ada pula, perusahaan yang tengah berencana menerbitkan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) senilai Rp1 triliun. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia, ada 54 obligasi korporasi yang jatuh tempo pada semester I/2017. Nilai obligasi korporasi yang jatuh tempo tersebut mencapai Rp31,37 triliun.

Tren positif di pasar obligasi juga tercermin dari lelang surat utang negara (SUN) yang mengalami banjir permintaan. Dalam lelang SUN yang digelar pemerintah kemarin, total demand mencapai Rp49,44 triliun. Namun demikian, total demand yang masuk pada lelang kemarin turun dibandingkan dengan lelang yang digelar sebelumnya yang mencapai Rp53,69 triliun.

Analis PT Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar mengungkapkan dalam lelang SUN kemarin, investor masih lebih menyukai seri SPN (tenor pendek) daripada seri FR.

Menurutnya, kalangan investor menilai Indonesia merupakan negara dengan imbal hasil yang bagus, akan tetapi investor tidak ingin mengambil risiko jangka panjang karena adanya ketidakpastian geopolitik.

"Fundamental Indonesia bagus dan masih lebih baik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, tetapi ada ketidakpastian dari AS," kata Anil.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : Bisnis Indonesia (1/2/2017)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper