Bisnis.com, JAKARTA - Jajaran tiga tertinggi konglomerat superkaya Indonesia memiliki bisnis rokok dengan kekayaan mencapai US$20,9 miliar setara dengan Rp273,79 triliun (kurs Rp13.100 per dolar AS). Siapa saja ketiga taipan itu?
Seperti dilansir majalah Forbes, menyebutkan tiga orang terkaya di Indonesia memiliki lini bisnis utama sebagai pengusaha rokok.
Pengusaha paling kaya adalah kakak beradik Hartono, yakni Robert Budi dan Michael Bambang Hartono, dengan kekayaan per Agustus 2016 senilai US$15,4 miliar. Kekayaan mereka meningkat Rp5,2 triliun sejak November 2013.
Keluarga Hartono adalah pemilik Grup Djarum. Ayah kedua kakak beradik itu awalnya mengakuisisi perusahaan rokok kecil bernama Djarum Gramophon pada 1951.
Kini, keluarga Hartono tidak hanya berbisnis rokok. Taipan ini merambah ke berbagai sektor termasuk menggenggam saham di dalam PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR).
Berlanjut pengusaha terkaya ketiga di Indonesia, atau konglomerat kedua versi majalah Forbes, Susilo Wonowidjojo. Dia adalah pemilik perusahaan rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) dengan kekayaan US$5,5 miliar.
Kekayaan Susilo Wonowidjojo meningkat Rp2,6 triliun dari US$5,3 miliar pada November 2013 silam. Kapitalisasi pasar saham GGRM miliknya mencapai Rp130,88 triliun per akhir pekan lalu.
Dia adalah anak ketiga dari Surya Wonowidjojo sebagai pendiri Gudang Garam, perusahaan rokok kretek di Kediri Jawa Timur. Dia menggantikan sang kakak, Rahman Halim, yang meninggal pada 27 Juli 2008, untuk memimpin perusahaan warisan keluarga.
Pada paruh pertama tahun ini, penjualan rokok Gudang Garam turun 1,8% menjadi 37,7 miliar batang dari sebelumnya 38,4 miliar. Penjualan rokok emiten bersandi saham GGRM itu turun lebih tinggi dari rerata industri 0,5% sebesar 142 miliar batang pada semester I/2016.
Volume penjualan sigaret kretek mesin (SKM) full flavor, yang merupakan 77% dari total volume penjualan perseroan, turun 2,4% menjadi 28,9 miliar batang.
Pada kategori SKM rendah tar dan nikotin (SKM LTN), volume penjualan juga terkoreksi 1,6% menjadi 4,6 miliar batang. Sementara, volume penjualan sigaret kretek tangan (SKT) justru naik 1,9% menjadi 4,6 miliar batang.
Kendati volume penjualan terkoreksi, margin laba bruto justru meningkat dari 20,7% menjadi 21,7%. Padahal, biaya pita cukai, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak rokok yang berkontribusi 73% dari total beban pokok penujalan dibandingkan dengan 71% pada 2015, meningkat 12% menjadi Rp21 triliun.
Saat bersamaan, biaya bahan baku yang digunakan, yang termasuk dalam biaya pokok penjualan, naik 6,4% menjadi Rp6,7 triliun.
Perseroan mengklaim margin laba usaha berhasil dipertahankan pada level 12%. Beban bunga yang lebih rendah seiring dengan penurunan suku bunga pinjaman secara bertahap, mampu mempertahankan jumlah penghasilan komprehensif.
Selama semester I/2016, Gudang Garam memperoleh pendapatan usaha Rp37 triliun. Perolehan itu meningkat 11,2% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp33,2 triliun.